REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Apa alasan sebenarnya para pembesar Makkah dan Madinah menghina Rasulullah SAW? Bila dicermati dengan baik, rasa benci bukan satu-satunya alasan mereka menghina beliau.
Tapi di balik semua itu, alasan paling mendasar sebenarnya adalah 'ketakutan'. Quraisy takut terhadap sosok Muhammad SAW dan Islam akan meruntuhkan tatanan jahiliyah yang selama ini menguntungkan mereka.
Tokoh-tokoh Musyrik Quraisy tahu betul pesona kepribadian Rasulullah SAW yang sangat luar biasa. Mereka sendiri mengakuinya jauh sebelum beliau menjadi rasul.
Sejak sebelum usia 25 tahun, mereka telah menjulukinya "al-Amin". Ibn Sayyid an-Nas (w. 734 H) menuturkan dalam 'Uyun al-Atsar 1/115, di usia tersebut julukan al-Amin sudah begitu melekat pada dirinya.
Bagaimana Quraisy memandang Islam sebagai ancaman? Sederhananya, Makkah ada lah kota dagang.
Ekonomi Makkah sepenuhnya bergantung pada dagang. Dari sudut ini pula, haji merupakan perhelatan yang bernilai ekonomi sangat tinggi karena menghimpun manusia dari segala penjuru selama dua bulan suci, Dzulqaidah dan Dzulhijjah. Tiga pasar musiman terbesar ada di sekitar Makkah, yaitu 'Ukazh, Ma jannah, dan Dzul Majaz.
Keberadaan 360 patung di sekeliling Ka'bah memiliki makna tersendiri. Itu merupakan bukti kelihaian Quraisy meng eksploitasi 'agama' untuk kepentingan ekonomi. Alhasil, kemusyrikan dengan segala ritualnya merupakan fundamental value bagi ekonomi Makkah yang tidak mungkin ditawar. Dakwah tauhid yang diajarkan Rasulullah SAW jelas-jelas menjadi ancaman yang sangat serius.
Dengan begitu, tokoh-tokoh Quraisy sangat berkepentingan untuk memastikan dua hal. Pertama, memberi kesan kepada investor atau para pedagang dari luar bahwa Makkah tetap konsisten dengan napas jahiliyahnya.