REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Ratusan pendukung Presiden AS Donald Trump menyerbu Capitol Amerika Serikat (AS) pada Rabu (6/1). Serbuan ini merupakan upaya untuk membatalkan kekalahan Trump dalam pemilu November tahun lalu yang memaksa Kongres menunda sidang yang akan mengesahkan kemenangan presiden terpilih Joe Biden.
Pengunjuk rasa memaksa menerobos aula Kongres. Berbekal drawn gun dan gas air mata, polisi mengevakuasi anggota parlemen dan berusaha membersihkan Gedung Capitol dari pengunjuk rasa.
Seorang pengunjuk rasa menduduki ruang Senat dan berteriak, "Trump memenangkan pemilihan itu." Para pengunjuk rasa membalikkan barikade dan bentrok dengan polisi ketika ribuan orang turun ke halaman Capitol.
Video menunjukkan, pengunjuk rasa memecahkan jendela dan polisi menembakkan gas air mata di dalam gedung sebagai kantor Kongres AS itu. Kepala Polisi Metropolitan Washington, Robert Contee, mengatakan, para perusuh menggunakan bahan kimia yang mengiritasi untuk menyerang polisi. Beberapa polisi terluka dan satu warga sipil ditembak.
Polisi kemudian menghalau pengunjuk rasa dari tangga Capitol dan bekerja untuk mendesak mereka keluar dari gedung. Presiden terpilih, Joe Biden mengatakan, pendukung Trump menyerbu Gedung Capitol, memecahkan jendela, mengambil alih kantor, dan menginvasi Kongres. ''Ini bukan unjuk rasa. Ini pemberontakan, huru-hara.''
Di sisi lain, Trump tidak memberikan pesan menenangkan bagi pendukungnya. Dia tetap melemparkan klaim tidak berdasar atas kecurangan pemilihan pada November lalu. Dalam sebuah video yang diunggah ke Twitter, Trump mengulangi klaim palsunya tentang penipuan pemilu, tetapi mendesak para pengunjuk rasa untuk pergi. “Anda harus pulang sekarang, kami harus memiliki kedamaian,” katanya.