REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Ketika Arab Saudi membunuh jurnalis Jamal Khashoggi di konsulatnya, Istanbul, beberapa tahun lalu, sejatinya adalah sinyal bagi para pengkritik kerajaan yang mayoritasnya berasal dari Ikhwanul Muslimin (IM) tidak akan aman meskipun berada di Turki. Namun setelah Rekonsiliasi Teluk dilakukan, apakah hubungan Turki bisa putus dengan IM?
Dilansir di Yetkin Report, Kamis (7/1), terdapat sedikit fakta yang diketahui atau dibahas di publik Turki. Yakni menyusul kegagalan pemberontakan Arab maka Turki tidak hanya membuka pintunya bagi pengungsi Suriah yang melarikan diri dari perang, namun juga menjadi tempat berlindung yang aman bagi para pengkritik Pemerintah Arab yang kebanyakan anggota Ikhwanul Muslimin.
Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa menutup mata terhadap kegiatan mereka, membiarkan mereka mendirikan pusat televisi, misalnya untuk menyiarkan propaganda anti-rezim. Tapi apa yang dilihat sebagai pembangkang, orang lain melihatnya sebagai teroris.
Ikhwanul Muslimin dipandang sebagai organisasi teroris oleh negara-negara seperti Mesir, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA). Sama seperti reaksi Turki terhadap negara-negara yang menyimpan anggota Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dilarang dan mereka yang mengizinkan siaran Roj TV, Mesir juga menunjukkan reaksi serupa.
Itu bukanlah kepentingan nasional yang strategis, tetapi kelangsungan hidup rezim-rezim yang berdiri di atas dasar rapuh yang menjadi inti dari persaingan antara dua blok regional yang terbentuk di Timur Tengah setelah berakhirnya mata air Arab. Khawatir akan meluasnya pemberontakan, blok yang dipimpin oleh Arab Saudi itu mendukung kudeta militer yang menggulingkan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Turki dan Qatar dengan keras menentang kudeta oleh jenderal Abdel Fattah el-Sisi dan terus mendukung Ikhwanul Muslimin.
Qatar dihukum karena mendukung gerakan Islam
Embargo yang diberlakukan di Qatar pada tahun 2017 dimaksudkan untuk menghukum ‘Emirat kecil’ ini atas dukungan yang diberikannya kepada gerakan-gerakan Islam. AKP di sisi lain sudah jengkel dengan laporan intelijen tentang dukungan implisit UEA untuk upaya kudeta yang gagal pada 2016 di Turki. Itu segera bergegas untuk membantu Qatar.
Permusuhan ideologis antara kedua blok tersebut berubah menjadi perebutan kekuasaan dan perang proksi di Suriah, Libya, dan Mediterania Timur yang melibatkan kekuatan global dan regional.
Rekonsiliasi di Teluk dan Persaudaraan
Berita pada 5 Januari 2021 bahwa Arab Saudi dan tiga sekutunya setuju untuk memulihkan hubungan penuh dengan Doha datang pada saat kebutuhan Turki untuk menormalisasi hubungan dengan Mesir dan Israel mulai lebih sering disuarakan di publik Turki.
Tidak jelas konsesi apa yang dibuat Qatar untuk rekonsiliasi. Namun jelas bahwa Qatar tidak dapat lagi melanjutkan dukungannya kepada Ikhwanul Muslimin tanpa henti. Ini niscaya akan mempengaruhi hubungan AKP dengan kelompok yang memiliki ikatan ideologis dengannya. Bagaimanapun, dana yang berasal dari Qatar sebagian besar mengalair membiayai kegiatan pembangkang. Dan jika ada normalisasi dengan Mesir, kehadiran dan aktivitas Ikhwanul Muslimin di Turki pasti akan di atas meja.