REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melanjutkan sidang gugatan praperadilan atas kasus penghasutan kerumunan dan penghalangan penegakan hukum terkait perkara pelanggaran protokol kesehatan (prokes) Covid-19 yang diajukan tersangka Habib Muhammad Rizieq Shihab, Kamis (7/1). Abdul Qadir, mantan Ketua RT-1/RW-1 Petamburan yang diperiksa sebagai saksi mengatakan, dia adalah salah satu ‘peserta’ kerumunan saat gelaran Maulid Nabi Muhammad.
Saat menghadiri maulid tersebut, Qadir menjelaskan, para petugas dari Satpol PP, tentara hingga kepolisian memang mengingatkan agar jamaah mematuhi protokol kesehatan. Meski demikian, mereka tak melarang atau membubarkan acara yang mengundang kerumunan tersebut.
Pengakuan Qadir, para petugas ikut membantu para jemaah untuk tetap patuh terhadap prokes di kerumunan maulid. “Ada dari panitia, dari Satpol PP, dari Polisi, dari keamanan (tentara) yang hadir memberikan masker. Soalnya, kalau yang mau datang dengerin maulid, harus pakai masker. Malah kelebihan maskernya,” terang Qadir. Menurut Qadir, ada sekitar 200-an petugas berseragam yang berjaga-jaga pada saat gelaran maulid yang ia yakini diikuti lebih dari 500-an jemaah.
Pengacara HRS, Alamsyah Hanafiah mengatakan, kesaksian Qadir tersebut, sebetulnya sudah mampu menjadi salah satu catatan bagi hakim praperadilan untuk meyakini penetapan Pasal 160 dan Pasal 216 KUH Pidana terhadap kliennya, menyimpang dan tak tepat. Mengacu penjelasan dalam sanggahan kuasa Polda Metro Jaya, Alamsyah menjelaskan, HRS ditetapkan tersangka Pasal 160 dan 216 KUH Pidana, karena adanya video ceramah 13 November, yang isinya mengundang, dan mengajak jemaahnya untuk hadir ke acara Maulid Nabi, pada 14 November.
Bagi penyidik, video ceramah yang diunggah Front TV itu, dianggap sebagai hasutan untuk berkerumun ke Maulid Nabi di Petamburan yang dianggap melanggar prokes. “Jadi keterangan saksi fakta ini, sudah menguatkan kita untuk mengatakan, tidak ada hasutan untuk berkerumun itu seperti yang di (Pasal) 160 itu,” terang Alamsyah di PN Jaksel, Kamis (7/1). Alamsyah pun menambahkan, kesaksian Qadir, sekaligus mengkonfirmasi sangkaan Pasal 216 KUH Pidana terhadap HRS, pun tak tepat. Karena, pada saat gelaran maulid terjadi, otoritas keamanan, tak melakukan pembubaran, dan pelarangan.
Kabid Hukum Polda Metro Jaya, Kombes Hengki di sela-sela rehat sidang praperadilan mengatakan, pihaknya tak dapat menilai saksi, dan pakar yang diajukan oleh para pemohon praperadilan. “Penjelasan dari saksi fakta, atau ahli yang mereka hadirkan, itu saya sampaikan menjadi hak mereka. Bagi kami (kepolisian) itu tidak ada masalah,” kata Kombes Hengki. Namun dikatakan dia, sebagai termohon, pihaknya, juga akan mengajukan sejumlah ahli, dan pakar sebagai pembanding untuk hakim dalam memutuskan.