Jumat 08 Jan 2021 00:20 WIB

Amerika Kritik Pajak Digital di India, Italia, dan Turki

USTR menyimpulkan pajak digital mendiskriminasi perusahaan teknologi besar AS.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Muhammad Fakhruddin
Amerika Kritik Pajak Digital di India, Italia, dan Turki. Ilustrasi Media Sosial
Foto: pixabay
Amerika Kritik Pajak Digital di India, Italia, dan Turki. Ilustrasi Media Sosial

REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON -- Pajak layanan digital yang diadopsi oleh India, Italia dan Turki dituding mendiskriminasi perusahaan-perusahaan asal Amerika Serikat. Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) menyebut kebijakan pajak tidak konsisten dengan prinsip-prinsip pajak internasional dan berpotensi tindakan balasan.

Dilansir Alarabiya, Kamis (7/1), USTR merilis temuan dari penyelidikan tentang pajak digital meski belum mengambil tindakan spesifik hingga kini. Tetapi mereka menyebut akan terus mengevaluasi semua kemungkinan yang tersedia.

Penyelidikan itu adalah satu di antara beberapa penyelidikan USTR yang dapat mengarah pada kebijakan baru sebelum Presiden Donald Trump meninggalkan kantor atau di awal pemerintahan Presiden terpilih Joe Biden. Di antaranya adalah penyelidikan lebih lanjut tentang pajak layanan digital di Prancis.

USTR telah menetapkan batas waktu 6 Januari untuk menerapkan tarif 25 persen pada kosmetik Prancis, tas lengan, dan impor lainnya senilai sekitar lebih dari Rp 15  triliun per tahun sebagai pembalasan terhadap pajak digital di Prancis.

Tetapi tidak jelas pada Rabu malam apakah pengumpulan tugas itu akan dimulai sesuai jadwal.  Juru bicara USTR dan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan, badan yang bertanggung jawab atas pemungutan tarif, tidak menanggapi beberapa permintaan komentar.

USTR menyimpulkan pajak digital yang diberlakukan oleh Prancis, India, Italia, dan Turki mendiskriminasi perusahaan teknologi besar AS, seperti Google, Facebook, Apple, dan Amazon.com.

Dalam laporan terbaru, juga dikatakan pajak India, Italia dan Turki tidak masuk akal karena mereka tidak konsisten dengan prinsip perpajakan internasional. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement