REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana mengatakan, kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dari pemerintah pusat sebenarnya tidak jauh beda dengan Perwali nomor 67 tahun 2020 tentang Penerapan Protokol Kesehatan dalam Rangka Mencegah dan Memutus Mata Rantai Persebaran Covid-19. Hanya saja, kata dia, butuh penyempurnaan di Bab V terkait Pembatasan Kegiatan Masyarakat.
"Yang perlu ditambahkan itu hanya di Bab V dengan menambahkan bahwa Perwali 67 ini tetap mengacu pada Mendagri atau keputusan di atasnya, sehingga kalau ada keputusan lagi di atasnya, kita tidak perlu mengubah lagi Perwalinya," ujar Whisnu di Balai Kota Surabaya, Kamis (7/1).
Whisnu mengatakan, perubahan Perwali itu nanti cukup diatur dalam Keputusan Wali Kota Surabaya dengan memasukkan beberapa poin yang ada di dalam instruksi Mendagri. Di antaranya aturan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) 75 persen dan tempat perbelanjaan atau mall harus tutup pukul 19.00 WIB. Sementara aktivitas lain tetap dibatasi sampai pukul 22.00 WIB. Kemudian kapasitas pengunjung restoran 25 persen, yang selama ini diatur Perwali maksimal 50 persen.
Pemkot Surabaya, kata Whisnu juga akan membuat surat edaran terkait pengunjung rumah makan dan warkop maksimal 25 persen dengan menata kursi sesuai kuota, bukan disilang lagi. "Karena selama ini tanda silang itu tetap ditempati kalau pengunjung membludak," kata Whisnu.
Whisnu mengatakan, bakal melakukan sweeping kesiapan rumah makan sehari jelang penerapan PSBB tanggal 11 Januari 2020. Whisnu mengimbau agar warga Surabaya tidak perlu trauma dengan PSBB ini. Karena sebenarnya PSBB ini sudah hampir sama dengan keadaan Surabaya sehari-hari yang sudah memasuki new normal. Artinya, kegiatan ekonomi tetap jalan tapi protokol kesehatan tetap diperketat.
"Disamping itu kita aktifkan kembali kampung tangguh. Kita reaktivasi kembali sehingga bantuannya bisa kita turunkan," ujar Whisnu.
Whisnu mengatakan, bila ada kesempatan rapat lagi dengan Mendagri dia akan mempertanyakan apakah untuk Surabaya bisa lepas dari diskresi ini. Dia juga akan mempertanyakan kenapa yang PSBB hanya Surabaya Raya dan Malang Raya, padahal ada daerah yang zona merah malah tidak PSBB.
"Nanti kalau ada rapat koordinasi dengan Mendagri akan kita sampaikan. Bisa nggak Surabaya lepas dari diskresi ini atau memang kalau harus diterapkan tidak hanya di Surabaya Raya dan Malang Raya tapi juga di daerah-daerah yang zona merah," ujarnya.