REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan, bebasnya mantan narapidana terorisme, Abu Bakar Ba'asyir, tak perlu direspons berlebihan. Pemerintah cukup meyakinkan publik pembebasan ini bukan merupakan keputusan politik.
Dia mengatakan, sedikit banyak tentu ada dampak dari bebas murninya Ba'asyir dari penjara. Bagaimanapun, kata dia, nama Ba'asyir selama ini lekat dengan kasus-kasus dan jaringan terorisme.
"Tentu kebebasannya berpotensi memunculkan kekhawatiran dan prasangka namun saya kira hal itu tak perlu direspon berlebihan," ungkap Fahmi lewat pesan singkat, Jumat (8/1).
Menurut Fahmi, pemerintah cukup menyampaikan pembebasan itu bukanlah sebuah keputusan politik. Selain itu, pemerintah juga harus memastikan, meski telah bebas, pemerintah tetap akan memantau dan melakukan pembinaan sebagaimana dilakukan pada para mantan napi lainnya.
Mantan narapidana teroris Abu Bakar Ba'asyir tak dikenakan wajib lapor kepada Lembaga Pemasyarakatan usai bebas murni dari Lapas Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ba'asyir resmi dibebaskan pada Jumat (8/1) dini hari.
"Abu Bakar Ba'asyir bebas murni, tidak wajib lapor lagi di pemasyarakatan, tanggung jawab kami adalah sampai di sini," ungkap Kepala Bagian (Kabag) Humas dan Protokol Ditjenpas, Rika Aprianti kepada wartawan di Lapas Gunung Sindur, Bogor.
Menurut dia setelah bebas murni, Ditjenpas tak lagi andil dalam pada kelangsungan Abu Bakar Ba'asyir, melainkan menjadi bagian dari instansi lain, salah satunya yaitu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Selanjutnya mungkin ada tindak lanjut ataupun treatment dari pihak-pihak terkait," ucap Rika.