REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komnas HAM menyimpulkan empat dari enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) yang dieksekusi mati oleh kepolisian sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Komisioner Komnas HAM Muhammad Choirul Anam mengatakan, dalam rekomendasinya menyebutkan eksekusi mati dengan peluru tajam tersebut, sebagai bentuk unlawful killing, atau perampasan hak hidup dengan cara penegakan hukum yang berlebih-lebihan.
“Peristiwa tewasnya empat orang laskar FPI merupakan kategori pelanggaran HAM,” kata Anam di Komnas HAM, Jakarta, Jumat (8/1). Anam adalah ketua tim penyelidikan dan investigasi terkait peristiwa yang terjadi di tol Jakarta Cikampek Km 50, pada Senin (7/12) dini hari itu.
“Penembakan sekaligus terhadap empat orang dalam satu waktu tanpa ada upaya lain yang dilakukan, mengindikasikan adanya unlawful killing terhadap keempat anggota laskar FPI tersebut,” sambung Anam.
Empat laskar FPI tersebut, yakni Ahmad Sofyan alias Ambon (26 tahun), Muhammad Reza (20), dan Luthfi Hakim (25), serta Muhammad Suci Khadavi (21). Sementara dua anggota laksar FPI lainnya, Faiz Ahmad Sukur (22), dan Andi Oktiawan (33), dikatakan Anam memang juga tewas dieksekusi petugas dengan peluru tajam petugas kepolisian. Akan tetapi, Komnas HAM tak memasukkan kedua korban tersebut, ke dalam klasifikasi pelanggaran HAM.
Berikut kronologi singkat peristiwa penembakan enam anggota laskar FPI, dari hasil penelusuran fakta yang dilakukan oleh Komnas HAM, sejak Senin (7/12), sampai kesimpulan:
- Bahwa peristiwa meninggalnya enam orang laskar FPI dilatarbelakangi adanya kegiatan pembuntutan terhadap Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab (HRS) yang secara aktif dilakukan oleh kepolisian Polda Metro Jaya sejak 6-7 Desember 2020, di saat rombongan HRS bersama sejumlah pengawal berjumlah sembilan unit kendaraan roda empat bergerak dari Perumahan the Nature Mutiara Sentul, ke sebuah tempat di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
- Mobil rombongan HRS dibuntuti sejak keluar gerbang kompleks perumahan, masuk ke gerbang tol Sentul Utara 2, hingga tol Cikampek dan keluar pintu tol Karawang Timur. Pergerakan iringan mobil masih normal. Meskipun saksi FPI mengatakan, adanya manuver mobil pengintai yang masuk ke rombongan iringan mobil HRS. Versi kepolisian, mengaku hanya sesekali maju ke iringan mobil HRS dari lajur kiri tol, untuk memastikan bahwa target pembuntutan (HRS) berada dalam iring-iringan.
- Rombongan HRS keluar di pintu tol Karawang Timur. Dan tetap diikuti oleh beberapa kendaraan yang melakukan pembuntutan. Sebanyak tujuh mobil rombongan HRS melaju lebih dahulu, dan meninggalkan dua mobil unit pengawalan lainnya. Dua mobil yang tertinggal itu, Avanza silver (Den Madar FPI), dan Chevrolet Spin (Laskar Khusus FPI). Kedua mobil pengawalan itu, menjaga agar mobil yang membuntuti iring-iringan HRS, tak mendekat.
- Kedua mobil FPI tersebut, berhasil membuat jarak dan memilik kesempatan untuk kabur dan menjauh. Namun, mengambil tindakan untuk menunggu mobil petugas kepolisian yang membuntuti. Tiga mobil yang membuntuti, berplat K 9143 EL, dan B 1278 KJD, dan B 1739 PWQ.
- Bahwa didapatkan fakta telah terjadi kejar-mengejar, dan aksi saling tempel, dan serempat dan seruruk yang berujung saling serang dan kontak tembak antara mobil Laskar Khusus FPI (Chevrolet Spin), dengan mobil petugas pembuntutan. Aksi tersebut, terutama terjadi di sepanjang Jalan Internasional Karawang barat, diduga hingga sampai Km 49, dan berakhir di Km 50 Tol Japek.
- Bahwa di Km 50 tol Japek, dua orang anggota Laskar Khusus ditemukan dalam kondisi meninggal. Sedangkan empat lainnya (Den Madar), masih hidup dan dibawa dalam keadaan hidup oleh petugas kepolisian. Terdapat pula informasi adanya kekerasan, pembersihan darah, pemberitahuan kepada warga sekitar oleh petugas bahwa ini kasus narkoba, dan terorisme. Dari fakta pengungkapan, juga terjadi pengambilan rekaman CCTV oleh petugas di salah satu warung, dan perintah untuk menghapus dan memeriksa handphone masyarakat yang melihat.
- Petugas kepolisian, mengaku mengamankan sejumlah barang bukti berupa dua buah senjata rakitan jenis revolver gagang coklat, dan putih, sebilah samurai, sebilah pedang, celurit, dan sebuah tongkat kayu runcing.
- Bahwa empat anggota Laskar Khusus tersebut, kemudian ditembak mati di dalam mobil petugas saat dalam perjalanan dari Km 50 ke atas, menuju Polda Metro Jaya dengan informasi hanya dari petugas kepolisian semata, bahwa terlebih dahulu telah terjadi upaya melawan petugas yang mengancam keselamatan diri sehingga diambil tindakan.
Anam menjelaskan, kronologi, dan runtutan singkat kejadian, merupakan hasil dari investigasi dan penyelidikan yang Komas HAM lakukan sejak Senin (7/12) lalu. Dari seluruh rangkaian penyelidikan itu, Komnas HAM melibatkan banyak pihak. Termasuk dari kepolisian, dan Jasa Marga pengelola jalan tol, serta permintaan keterangan dari DPP FPI yang ikut dalam rombongan HRS ke Karawang.
Menurut Anam, dari penyelidikan, dan pengungkapan, Komnas HAM mempunyai banyak barang bukti yang dijadikan basis untuk merangkai fakta kejadian. Beberapa barang bukti tersebut, termasuk sebanyak 105 percakapan via voice note dari FPI, 32 foto kondisi jenazah, dan keterangan dari saksi fakta persitiwa.
Sedangkan dari kepolisian, Komnas HAM menghimpun barang bukti, sebanyak 172 percakapan voice note, dan 191 transkipnya, serta laporan siber, forensik, labfor, dan inafis. Dari Jasa Marga, Komnas HAM menerima barang bukti berupa rekaman CCTV sebanyak 9.942 video rekaman kondisi jalan tol Japek, dari Km 48 sampai Km 72.
Jasa Marga, diakatakan Choirul menyerahkan bukti sebanyak 137, 548 foto aktivitas statis kendaraan yang melintas lokasi kejadian menjelang tengah malam (6/12), sampai pagi hari, Senin (7/12).