Jumat 08 Jan 2021 22:59 WIB

PBB: Hampir 2,3 Juta Orang di Tigray Perlu Bantuan

Persediaan makanan sangat terbatas, dan penjarahan meluas.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
 Seorang wanita yang melarikan diri dari konflik di wilayah Tigray Ethiopia menggendong bayinya di depan tempat penampungan sementara di kamp pengungsi Umm Rakouba di Qadarif, Sudan timur, Senin, 7 Desember 2020.
Foto: AP/Nariman El-Mofty
Seorang wanita yang melarikan diri dari konflik di wilayah Tigray Ethiopia menggendong bayinya di depan tempat penampungan sementara di kamp pengungsi Umm Rakouba di Qadarif, Sudan timur, Senin, 7 Desember 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, ADIS ABABA - Laporan PBB mencatat, 2,3 juta orang di wilayah utara Tigray, Ethiopia memerlukan bantuan. Daerah tersebut masih terjadi pertempuran di sejumlah wilayahnya.

Laporan tersebut merupakan penilaian publik paling komprehensif dari situasi kemanusiaan di Tigray sejak konflik meletus di sana pada 4 November. Dikatakan bahwa persediaan makanan sangat terbatas, penjarahan meluas dan ketidakamanan tetap tinggi.

Temuan dalam laporan kemanusiaan berasal dari dua misi yang dilakukan pada akhir Desember oleh PBB dan lembaga pemerintah Ethiopia. Keduanya mengatakan situasi kemanusiaan di wilayah Tigray sangat buruk dan dua dari empat kamp pengungsi di sana tetap tidak dapat diakses.

Laporan mengatakan, pertempuran juga terjadi di daerah pedesaan serta di pinggiran ibu kota regional Mekelle. Selain itu pergolakan juga terjadi di kota Shire dan Sheraro.

Tim pencari fakta juga mengatakan sekolah, rumah sakit, dan kantor pemerintahan telah dijarah dan dirusak. Mereka mengatakan hanya lima dari 40 rumah sakit di Tigray yang dapat diakses secara fisik. Sementara empat lainnya dapat dijangkau melalui jaringan seluler.

Mereka mengatakan fasilitas kesehatan di kota-kota besar yang sebagian berfungsi terbatas pada tidak adanya persediaan dan ketiadaan tenaga kesehatan. Gangguan itu mungkin juga bertepatan dengan lonjakan besar-besaran kasus Covid-19.

"Gangguan kegiatan pengawasan dan pengendalian Covid-19 selama lebih dari sebulan di wilayah tersebut, ditambah dengan pengungsian massal dan kondisi yang terlalu padat dalam pengaturan pengungsian, dikhawatirkan telah memfasilitasi penularan pandemi secara besar-besaran oleh komunitas," kata laporan tersebut.

Laporan tersebut mengatakan rintangan birokrasi regional dan lokal mencegah beberapa lembaga masuk ke Tigray, meskipun ada izin dari pemerintah federal. Persediaan dan peralatan kemanusiaan dijarah di beberapa daerah.

Perkiraan Ethiopia tentang orang yang membutuhkan bantuan bahkan lebih tinggi dari angka PBB. PBB mengatakan 950 ribu membutuhkan bantuan sebelum konflik dan 1,3 juta lainnya sekarang akan membutuhkan bantuan.

Namun, laporan itu mengatakan Pusat Koordinasi Darurat Tigray yang dikelola pemerintah memperkirakan bahwa lebih dari 4,5 juta orang membutuhkan bantuan makanan darurat. Angka itu termasuk 2,2 juta orang yang terpaksa meninggalkan rumah mereka di Tigray.

Pasukan pemerintah federal memerangi Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), sebuah partai politik yang memerintah provinsi tersebut. Pemerintah mengumumkan kemenangan pada akhir November meskipun TPLF bersumpah untuk terus berjuang.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement