REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Evi Novida Ginting Manik mempertanyakan putusan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) soal pembatalan pasangan calon (paslon) wali kota Bandar Lampung nomor urut 3 Eva Dwiana-Deddy Amarullah. Putusan itu dikeluarkan saat tahapan masuk proses perselisihan hasil pemilihan di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kok bisa mengeluarkan putusan saat tahapan sudah masuk masa sengketa, yang SK (Surat Keputusan) KPU menjadi objek sengketanya," ujar Evi kepada Republika.co.id Sabtu (9/1).
Berdasarkan Pasal 135A ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada), KPU wajib menindaklanjuti putusan Bawaslu terkait pelanggaran administrasi pemilihan yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Kendati demikian, Evi mengatakan, dalam hal ini yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi ialah keputusan KPU Bandar Lampung tentang penetapan paslon Eva-Deddy dan penetapan nomor urutnya. Sedangkan, keputusan KPU tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan tidak dibatalkan. "Ya yang dibatalkan hanya penetapan calonnya," tutur Evi.
Hal ini mengingat keputusan KPU Bandar Lampung tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara sedang menjadi objek sengketa hasil pemilihan wali kota di MK. Menurut Evi, jika Eva-Deddy menempuh upaya hukum dengan membawa putusan pembatalan calon ke Mahkamah Agung (MA), maka proses sengketa hasil di MK juga tetap berjalan.
Ia mengatakan, KPU Bandar Lampung akan menjelaskan adanya putusan Bawaslu tentang pembatalan paslon dalam jawaban termohon di MK. Evi berharap, kejadian ini menjadi salah satu perhatian pembuat UU atas konstruksi hukum pemilu.
Ia menjelaskan, Bawaslu memang mempunyai kewenangan menangani pelanggaran administrasi TSM, tetapi ketika masuk perselisihan hasil pemilihan, proses hukum di MK menjadi puncak dari tahapan pilkada. Sementara, ada potensi proses hukum di MA juga ketika sengketa hasil pemilihan sedang berlangsung di MK.
"Seharusnya Bawaslu (penyelenggara pemilu) mengetahui batasan-batasan dalam menggunakan kewenangannya, sehingga tidak terjadi implikasi hukum atas putusan Bawaslu yang dikeluarkan setelah penetapan hasil (oleh KPU)," kata Evi.
Menurut dia, Bawaslu cukup menyampaikan kepada MK terhadap adanya pelanggaran administrasi pemilihan TSM. Pelanggaran maupun sengketa yang berpengaruh signifikan dapat diperiksa dan diselesaikan dalam sengketa hasil pemilihan di MK.
Pada Rabu (6/1), Sidang Majelis Pemeriksa Bawaslu Lampung yang dipimpin Ketua Bawaslu Fatikhatul Khoiriyah mengabulkan gugatan paslon nomor urut 2 Yusuf Kohar-Tulus Purnomo terkait dengan pelanggaran administrasi TSM yang dilakukan paslon nomor urut 3 Eva Dwiana-Deddy Amarullah.
Hasil putusan Bawaslu Lampung, pertama, terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran secara TSM berupa perbuatan menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan atau pemilih.
Kedua, majelis pemeriksa membatalkan pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandar Lampung nomor urut 3. Ketiga, memerintahkan KPU Bandar Lampung untuk membatalkan keputusan terkait penetapan terlapor sebagai pasangan calon dalam pemilihan.