REPUBLIKA.CO.ID, PAINAN -- Sanak keluarga Fadly Satrianto mengaku terpukul. Musibah jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182 di perairan Kepulauan Seribu, Sabtu (9/1), menyisakan duka. Fadly, 28 tahun, salah satu penumpang dalam pesawat nahas tersebut.
Fadly adalah seorang co-pilot. Ia bekerja di anak perusahaan Sriwijaya Air. Namun, saat menaiki SJ 182, ia terdaftar sebagai kru tambahan (extra-crew).
Menurut sepupunya, Mak Itam, Fadly merupakan anak dari Sumarzen Marzuki (66 tahun). Sumarzen merupakan Ketua Gebu Minang Jawa Timur masa bakti 2019-2024. Ia dan ayahnya tinggal di Surabaya. Baru tiga tahun ini ia bekerja sebagai co-pilot di anak perusahaan Sriwijaya.
Selepas dari bangku sekolah menengah atas, Fadly, sebenarnya tidak langsung mengikuti sekolah pilot. Ia sempat mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Airlangga tahun 2011. "Namun akhirnya tertarik mengikuti sekolah pilot," ungkap Mak Itam yang dihubungi di Painan, Ahad (10/1).
Mak Itam mengaku ada satu hal yang dikenangnya soal Fadly saat ini. Yakni, rencananya pernikahannya. Fadly kata dia telah bertunangan dengan seorang dokter. Bahkan seharusnya sudah menikah, bila saja jadwalnya tidak diundur karena pandemi Covid-19. Hal itulah yang membuat dia dan keluarga sedih. "Kami terpukul dengan musibah ini" ungkap dia.
Fadly satu dari 61 penumpang pesawat Sriwijaya Air nomor SJY-182 penerbangan Jakarta-Pontianak. Pesawat ini dikabarkan hilang kontak di Kepulauan Seribu, tepatnya di sekitar Pulau Laki dan Lancang, Sabtu (9/1) sore.
Tim pencarian dan pertolongan (SAR) telah melakukan pencarian pesawat dan korban. Pada Ahad (10/1) setidaknya tiga kantung berisi pecahan pesawat dan lima kantong jenazah diserahkan ke DVI Polri dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi untuk diselidiki dan diperiksa. Belum ada pengumuman resmi soal identitas temuan jenazah.