Kamis 14 Jan 2021 02:05 WIB

Terbukalah Soal Vaksin, Jangan Bikin Kita Melongo

Keterbukaan mengenai vaksinasi penting diketahui oleh masyarakat.

Petugas kesehatan mengikuti simulasi uji coba vaksinasi COVID-19 di Rumah Sakit Kesrem Lhokseumawe, Aceh.
Foto: RAHMAD/ANTARA FOTO
Petugas kesehatan mengikuti simulasi uji coba vaksinasi COVID-19 di Rumah Sakit Kesrem Lhokseumawe, Aceh.

Oleh : Dwi Murdaningsih*

REPUBLIKA.CO.ID, Presiden Joko Widodo memasang target vaksinasi covid-19 selesai dalam waktu 12 bulan. Target itu lebih cepat dibandingkan perkiraan Kementrian Kesehatan (Kemenkes) yang memprediksi vakinasi akan sesuai target pada 15 bulan.

Sejujurnya penulis sempat melongo mendengar soal target 12 bulan. Bukan apa-apa, wilayah Indonesia ini luas sekali. Sungguh butuh kerja keras yang luar biasa.

Sementara, perkiraan 15 bulan yang dipaparkan oleh Kemenkes ini awalnya didasarkan pada hitung-hitungan ketersediaan vaksin yang akan diperoleh Indonesia hingga kuartal pertama tahun 2022. Indonesia menargetkan untuk memvaksikasi 181,5 juta jiwa untuk mencapai kekebalan komunitas.

Periode pertama vaksinasi akan dilaksanakan pada Januari-April 2021. Vaksin, akan diprioritaskan kepada 1,3 juta tenaga kesehatan dan 17,4 petugas pelayanan publik di 34 provinsi. Sementara untuk vaksinasi global, diperkirakan membutuhkan waktu sekitar 3,5 tahun.

Keterbukaan mengenai vaksinasi penting diketahui oleh masyarakat. Dengan mengetahui target atau timeline proses vaksinasi, masyarakat jadi bisa tahu bahwa pandemi ini belum berakhir. Jangan kasih kendor protokol kesehatan. Sebab, selesainya vaksinasi demi kekebalan komunitas mungkin baru akan tercapai 12 bulan lagi, atau mungkin 15 bulan lagi atau mungkin lebih lama.

Setidaknya, dengan adanya target ini, pemangku kebijakan di berbagai sektor mulai dari hulu hinhha hilir menjadi lebih siap dan bisa menentukan langkah apa yang bisa diambil sebelum kekebalan komunitas tercapai.

Misalnya, di sektor pendidikan. Di level hilir, sekolah mungkin perlu menyusun skenario A, B, C, D setidaknya hingga 12-15 bulan ke depan bagaimana proses pembelajaran yang lebih baik. Skenario apa yang dilakukan jika memang sekolah harus dilakukan jarak jauh terus?

Artinya, nyaris selama 2 tahun siswa tidak belajar di sekolah. Bagi siswa SMP atau SMA mungkin banyak yang belum pernah bertemu secara langsung, lho.. tahu-tahu kok sudah mau naik kelas?/ Dampak-dampak psikologi anak atau capaian belajar anak mungkin harus diintervensi agar anak tetap berkembang sesuai yang diharapkan.

Apakah sekolah perlu memberikan training kepada orang tua agar lebih bisa mendampingi anak belajar di rumah? Hal-hal ini juga perlu dipikirkan mengingat diakui atau tidak tugas orang tua di rumah menjadi lebih berat di kala pandemi.

Di perkantoran misalnya, haruskah menerapkan kerja dari rumah hingga 12 bulan ke depan? Kalau memang iya, harus juga disiapkan bagaimana agar bekerja dari rumah dengan aman. Mungkin kantor harus berinvestasi di bidang keamanan IT lebih banyak agar karyawan bisa bekerja di rumah dengan aman. Jangan lupa, serangan siber di saat pandemi ini semakin meningkat.

Penanganan pandemi pada tahun 2020 tentu sudah memberikan banyak pelajaran bagi kita. Bagi penulis pribadi, hal berharga yang saya ambil belajarannya adalah soal mengelola espektasi. Kita harus siap dengan berbagai kemungkinan bahwa pandemi ini memang  belum bisa berakhir dengan cepat. Proses vaksinasi masih akan terus berjalan dalam waktu yang tidak sebentar.

Kita tahu Indonesia adalah negara yang sangat luas. Melakukan vaksinasi dari Sabang hingga Merauke adalah sebuah pekerjaan yang sangat besar. Pemerintah harus memastikan dari sisi suplay atau ketersediaan vaksin, alat-alat pendukungnya, dan sumber daya yang akan melakukan proses vaksinasi. Belum lagi soal edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat yang akan menerima vaksin.

Kita tentu berharap semoga semua proses vaksinasi berjalan lancar dan sesuai yang diharapkan. Semoga ke depan tak banyak kendala yang dihadapi dalam proses vaksinasi massal ini.

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement