REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Covid-19 dapat menyebabkan kerusakan otak yang terkait dengan strok selagi tubuh sedang berjuang melawan virus. Penelitian telah menemukan bahwa infeksi virus corona dapat menyebabkan respons peradangan di otak, yang menyebabkan kerusakan 'seperti strok' pada area tertentu.
Peneliti dari National Institutes of Health menggunakan pemindai MRI dan menemukan kerusakan pada olfactory bulb di otak dan juga kerusakan di batang otak. Lantaran tidak ada virus corona yang ditemukan di jaringan, kesimpulan dibuat bahwa kerusakan disebabkan oleh respons peradangan tubuh terhadap virus.
Dilansir The Sun, Senin (11/1), para peneliti telah menemukan kerusakan yang disebabkan oleh penipisan dan kebocoran pembuluh darah otak pada sampel dari penyintas Covid-19. Tetapi penelitian tersebut mengungkapkan bahwa kerusakan tersebut tidak terlihat seperti terkait dengan gejala kekurangan oksigen.
"Kami menemukan bahwa otak pasien Covid-19 mungkin rentan terhadap kerusakan pembuluh darah mikrovaskular," kata Avindra Nath, Direktur klinis di National Institute of Neurological Disorders and Stroke sekaligus penulis senior studi tersebut.
Menulis di New England Journal of Medicine, Nath menyebut bahwa hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ini mungkin disebabkan oleh respons peradangan tubuh terhadap virus. Ia berharap hasil ini akan membantu dokter memahami spektrum lengkap masalah yang mungkin diderita pasien.
"Ini agar kami bisa mendapatkan perawatan yang lebih baik," jelasnya.
Menurut Nath, sejauh ini hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kerusakan yang dilihat oleh para peneliti mungkin bukan disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 yang secara langsung menginfeksi otak. Di masa depan, para peneliti berencana untuk mempelajari bagaimana Covid-19 membahayakan pembuluh darah otak dan apakah itu menghasilkan beberapa gejala jangka pendek dan jangka panjang yang terlihat pada pasien dalam penelitian ini.
Studi tersebut dilakukan pada jaringan otak dari 19 pasien yang meninggal akibat virus corona. Mereka berusia lima hingga 73 tahun dan menderita virus tersebut untuk waktu yang berbeda-beda.
Nath mengatakan, dirinya sangat terkejut saat menemukan kerusakan otak di antara sampel. Ia menyebut bahwa kerusakan itu multifokal dan biasanya terkait dengan strok dan penyakit peradangan saraf.