REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo mengatakan Negeri Paman Sam berencana menetapkan gerakan Houthi di Yaman sebagai organisasi teroris. Diplomat dan organisasi kemanusiaan khawatir langkah ini dapat memperumit proses perundingan dan upaya mengatasi krisis kemanusiaan terbesar di dunia.
Rencana ini diumumkan saat Presiden terpilih Joe Biden bersiap mengambil alih pemerintahan Presiden Donald Trump pada 20 Januari mendatang. Pompeo mengatakan Kementerian Luar Negeri akan mengirimkan notifikasi ke Kongres mengenai rencana ini.
"Departemen Luar Negeri akan mengirimkan notifikasi ke Kongres mengenai niat saya untuk menetapkan Ansar Allah yang terkadang disebut kelompok Houthi sebagai Organisasi Teroris Asing (FTO)," kata Pompeo dalam pernyataannya, Ahad (11/1) kemarin.
Dalam beberapa pekan terakhir pemerintah Trump semakin sering memberikan sanksi yang berkaitan dengan Iran. Sekutu-sekutu Biden dan pengamat menyimpulkan anak buah Trump ingin mempersulit pemerintahan Biden untuk memperbaiki hubungan dengan Iran dan membawa kembali AS ke kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
"Saya juga ingin menetapkan tiga pemimpin Ansar Allah, Abdul Malik al-Houthi, Abd al-Khaliq Badr al-Din al-Houthi, dan Abdullah Yahya al Hakim sebagai Teroris Global yang Ditetapkan Secara Khusus," tambah Pompeo.
Ia menambahkan AS juga berencana untuk mengambil kebijakan untuk mengurangi dampak pada aktivitas krisis kemanusiaan dan impor ke Yaman. Pompeo mengatakan implementasi penetapan ini akan dilakukan pada 19 Januari.
Departemen Keuangan AS akan memberikan sejumlah lisensi yang diberikan pada beberapa aktivitas kemanusiaan yang dilakukan organisasi non-pemerintah di Yaman. Lisensi itu dapat digunakan untuk melakukan transaksi yang berkaitan dengan ekspor komoditas-komoditas penting seperti makanan dan obat-obatan ke Yaman.
Departemen Keuangan AS memiliki wewenang untuk memberikan pengecualian dengan memberikan lisensi khusus pada organisasi kemanusiaan untuk mengirimkan makanan dan obat-obatan pada negara-negara yang mendapat sanksi berat. Kebijakan ini seperti yang mereka lakukan pada Iran dan Venezuela.
Sejumlah sumber mengatakan langkah ini telah menjadi subjek perdebatan sengit di dalam pemerintahan Trump. Banyak pihak yang tidak sepakat mengenai bagaimana cara untuk menentukan bantuan apa yang dikecualikan.
Koalisi yang dipimpin Arab Saudi mengintervensi Yaman pada 2015 lalu untuk membantu pemerintah melawan kelompok Houthi. PBB berusaha untuk menengahi kelompok yang bertikai untuk mengakhiri perang.
Pandemi Covid-19 memperburuk situasi di Yaman yang tidak hanya didera perang tapi juga mengalami keterpurukan ekonomi dan jatuhnya mata uang. PBB menggambarkan Yaman sebagai krisis kemanusiaan terbesar di dunia. Sekitar 80 persen populasinya membutuhkan bantuan.