Senin 11 Jan 2021 17:20 WIB

Petani Trauma Harga Kedelai Rendah

Petani meminta ada kepastian harga kedelai dan pendampingan pascapanen.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Fuji Pratiwi
Pengurus Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Kopti) menimbang kedelai di Gudang Kopti Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, pekan lalu. Petani menngatakan, mereka bukannya tak mau menanam kedelai lokal, tapi mereka trauma dengan harga beli yang rendah dan kurangnya pendampingan terutama pascapanen.
Foto: ADENG BUSTOMI/ANTARA FOTO
Pengurus Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Kopti) menimbang kedelai di Gudang Kopti Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, pekan lalu. Petani menngatakan, mereka bukannya tak mau menanam kedelai lokal, tapi mereka trauma dengan harga beli yang rendah dan kurangnya pendampingan terutama pascapanen.

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Bukan rahasia umum lagi jika kedelai impor masih menjadi bahan utama para perajin memproduksi tahu dan tempe di Indonesia. Tak terkecuali di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat di mana para perajin masih mengandalkan kedelai impor untuk produksi. 

Ketua Gerakan Petani Mandiri Indonesia wilayah Jawa Barat, Yuyun Suyud mengatakan, para petani sebenarnya mau saja ikut menyukseskan program pemerintah untuk menanam kedelai. Dalam beberapa kesempatan, ketika dianjurkan menanam kedelai oleh pemerintah, para petani ikut serta. 

Baca Juga

Ketika program diluncurkan, petani sempat diberi bibit dan bimbingan budidaya. Namun ketika petani panen, masalah timbul.

"Petani berharap pemerintah bisa mengendalikan harga. Jangan sampai harganya ketika panen sangat rendah. Jadi petani trauma untuk menanam," kata Yuyun.

Selama ini, para petani kedelai selalu kesulitan menjual hasil panennya. Sebab, umumnya para perajin tahu dan tempe lebih memilih kedelai impor. 

Karenanya, umumnya para petani lebih memilih memanen kedelai setengah matang. "Petani juga biasanya panen muda agar harga untuk dijadikan kacang sisil. Karena ketika dipanen tua, harga jualnya parah, sehingga petani teraniaya, trauma," kata dia.

Karenanya, Yuyun mengatakan, jika produksi kedelai lokal ingin ditingkatkan, harus ada komitmen dari pemerintah. Bukan hanya sekadar memberikan bibit dan melakukan bimbingan budidaya kedelai kepada petani. Lebih dari itu, pendampingan kepada petani juga harus dialakukan hingga pascapanen. 

"Kalau pendampingan dilakukan hingga pascapanen terus didampingi, petani pasti mau menanam kedelai. Kalau benar-benar didampingi, kita yakin bisa dilakukan. Tak perlu lagi mengandalkan kedelai impor," kata dia.

Saat ini, akibat harga kedelai impor yang melonjak, para distributor hingga perajin tahu tempe di Kota Tasikmalaya mengeluh. Harga kedelai yang dalam kondisi normal dijual di kisaran Rp 6.000 per kilogram di tingkat distributor, saat ini melonjak menjadi Rp 9.000 per kilogram. 

Akibatnya ke masyarakat, ukuran tahu dan tempe di pasaran semakin menciut. Harga tahu dan tempe memang relatif tak meningkat, hanya ukurannya yang mengecil.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement