REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan pentingnya pembuatan roadmap ekonomi yang bisa menjadi arah strategi dan target dari pengembangan ekonomi keumatan. Ketua Bidang Ekonomi PP Muhammadiyah, Anwar Abbas menyampaikan PP Muhammadiyah telah menegaskan posisinya sebagai mitra pemerintah yang kritis termasuk di bidang ekonomi.
"Saat ini pemerintah tidak banyak mendukung umat kalangan menengah ke bawah, padahal seharusnya yang paling diperhatikan adalah rakyat," katanya dalam Outlook Ekonomi 2021: Menjawab Ketidakpastian Ekonomi, Posisi dan Peran Strategis Muhammadiyah, Selasa (12/1).
Ia mengatakan kebijakan ekonomi pemerintah lebih banyak ditujukan untuk kepentingan usaha besar. Salah satunya dilihat dari aturan penyaluran pembiayaan ke UMKM yang hingga kini mencapai 20 persen, setelah naik lima persen setiap tahunnya dari 2015.
Maka dari itu, Anwar menegaskan bahwa ekonomi Islam harus dibawa kembali ke jalan yang lurus. Sesuai dengan amanat Pancasila yang didalamnya ada sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk di bidang hukum dan ekonomi.
Menurutnya, ketimpangan ekonomi sudah terlalu besar. Selama ini fakir dan miskin lebih banyak diurus oleh lembaga-lembaga filantropi Islam daripada pemerintah. Padahal sesuai amanat Undang-Undang bahwa fakir miskin dipelihara oleh negara.
"Maka dari itu, penting kita bersama membincangkan perbaikan untuk negeri, jangan hanya sibuk buat kebijakan tapi tidak mau dengar suara rakyat," katanya.
Arah kebijakan ekonomi Muhammadiyah ini diharapkan bisa tertuang secara apik dalam sebuah peta jalan sehingga bisa menjadi arahan untuk kebangkitan ekonomi umat di masa depan. Ketua Dewan Penasehat PP Muhammadiyah, Soetrisno Bachir mengatakan majelis ekonomi PP Muhammadiyah akan segera membuat peta jalan tersebut.
Mengingat dalam beberapa tahun belakangan, gerakan ekonomi dan bisnis Muhammadiyah telah berimbas seperti bola salju. Dalam ekosistemnya, PP Muhammadiyah telah memiliki bidang pendidikan dan kesehatan yang maju sehingga jadi bahan bakar penguatan ekonomi umat.
"Saat tiba-tiba muncul Bank Syariah Indonesia, kita bingung, karena memang kita belum punya peta jalan di bidang keuangan syariahnya," katanya.
Ia mengatakan, Muhammadiyah sangat berkomitmen pada pengembangan keuangan syariah Tanah Air. Namun demikian, Muhammadiyah juga punya misi yang fokus pada ekonomi ummat. Saat BSI dinilai mengutamakan kalangan atas, maka misi ini dirasa tidak lagi sejalan.
Menurutnya, Muhammadiyah kini mencari berbagai solusi tidak hanya fokus di lembaga perbankan, dari lebih pada sistem. Muhammadiyah tidak akan memilih solusi membuat bank sendiri karena sudah pernah dicoba dan gagal.
Konsolidasi dengan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) disebut lebih memungkinkan, apalagi jika dekat dengan ekosistem Muhammadiyah. "Kita banyak BPRS, tinggal dioptimalkan, dikonsolidasikan, diholdingkan," katanya.
Selain itu, teknologi finansial juga disebut lebih cocok karena dekat lebih dekat dengan sektor riil dan bisa menjawab tantangan digital di masa depan. Menurutnya, teknologi seperti urun dana bisa menjadi contoh potensial karena bisa lebih mudah akses ke pasar modal.