REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum kesehatan Universitas Widya Mataram Yogyakarta, Hasrul Buamona menyorot pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy OS Hiariej yang mengancam warga penolak vaksin bisa dipidana.
Menurut Hasrul, jika merujuk Pasal 93 Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang dijadikan dasar mempidanakan setiap orang yang tidak ingin divaksin, jelas tidak tepat. "Walaupun norma pidana dalam hal ini bersifat ultimum remedium (asas hukum pidana adalah upaya terakhir dalam hal penegakan hukum)," kata Hasrul dalam siaran di Jakarta, Selasa (12/1).
Pasal 93 bKekarantinaan Kesehatan, berbunyi "Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100 juta.
Hasrul menyebut, jika melihat kembali defenisi kekarantinaan kesehatan dalam Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 6 Tahun 2018, hal itu merupakan upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
Dari defenisi itu, sambung dia, sebenarnya lebih cenderung kepada pengaturan aktivitas sosial masyarakat. Yang mana hal itu kemudian terbagi dalam beberapa bentuk karantina. yaitu Karantina Wilayah, Karantina Rumah, Karantina Rumah Sakit, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
BACA JUGA: Cek Fakta: Ratusan Santri Pingsan Setelah Divaksin Covid-19?