Rabu 13 Jan 2021 11:57 WIB

IHSG Ngegas di Awal Tahun

Hingga pembukaan Rabu, IHSG sudah menguat 7,7 persen.

Rep: Retno Wulandhari / Red: Friska Yolandha
Fenomena Janury Effect diperkirakan akan kembali mewarnai pergerakan pasar saham di awal tahun ini. PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung menguat pada Januari seiring dengan optimisme prospek ekonomi di tahun 2021.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Fenomena Janury Effect diperkirakan akan kembali mewarnai pergerakan pasar saham di awal tahun ini. PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung menguat pada Januari seiring dengan optimisme prospek ekonomi di tahun 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena Janury Effect diperkirakan akan kembali mewarnai pergerakan pasar saham di awal tahun ini. PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung menguat pada Januari seiring dengan optimisme prospek ekonomi di tahun 2021.

Hingga 6 Januari 2021, IHSG tercatat sudah naik 1,4 persen. Bahkan hingga pembukaan Rabu (13/1), IHSG sudah menguat 7,7 persen dibandingkan penutupan akhir tahun.

Per Ke depan, Mirae Asset memprediksi kinerja IHSG masih akan positif selama Januari tahun ini. "Kami perkirakan kinerja IHSG akan kembali positif di Januari 2021 didukung optimisme vaksinasi Covid-19," kata Head of Research Division Mirae Asset Sekuritas, Hariyanto Wijaya, Rabu (13/1). 

Haryanto melihat ada tiga faktor utama yang akan mendorong penguatan pasar modal dalam negeri awal tahun ini, kendati di tengah tekanan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara jangka pendek. 

Pertama, Indonesia memasuki 2021 dengan lebih banyak rasa optimistis bahwa ekonomi akan pulih di tengah kabar baik jadwal vaksinasi. Jadwal vaksinasi sekitar 15 bulan, mulai Januari 2021 hingga Maret 2022, sementara waktu kedatangan vaksin dijadwalkan antara Desember 2020 hingga kuartal 1-2022. 

Kedua, Indonesia sebagai penghasil dan pengekspor komoditas juga mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga komoditas. Harga minyak sawit mentah (CPO) mencapai MYR3.900 per ton, level tertinggi sejak 2008 karena empat faktor: rendahnya stok CPO, gangguan produksi akibat dampak La Nina, naiknya permintaan China dan India, dan harga minyak kedelai yang menguntungkan sebagai penggantinya. 

"Selain itu, dolar AS juga diprediksi melemah seiring dengan tekanan defisit kembar pada fiskal dan transaksi berjalan pemerintah AS karena besarnya stimulus fiskal demi merangsang lemahnya ekonomi," terang Haryanto. 

Ketiga, bangkitnya manufaktur China. Aktivitas manufaktur China terus berkembang dalam 8 bulan beruntun. Pesanan pabrik baru China dan ekspor baru untuk pabrik juga naik, dikonfirmasi oleh permintaan yang lebih tinggi untuk produk China dari pasar luar negeri. 

Di akhir tahun 2021 nanti, Mirae Asset pun memperkirakan IHSG akan mampu menembus level 6.880. "Level ini akan mudah tercapai. Meski volatilitas cukup besar, trennya akan tetap naik," tutur Haryanto. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement