REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyatakan, pemerintah tak bisa memidanakan siapa pun yang menolak menerima vaksin. Usman menyayangkan jika ada pemerintah daerah memberlakukan sanksi pada penolak vaksin Covid-19.
Usman menegaskan, Hak Asasi Manusia (HAM) menjunjung tinggi manusia. Siapa pun berhak memilih tindakan medis sesuai keinginannya.
"Dalam perspektif HAM, hal (vaksinasi) itu harus dilakukan berdasarkan kesukarelaan dari masyarakat di mana pun dan kapan pun. Apabila ada yang menolak, negara tidak boleh memidanakan, apalagi dengan pidana penjara," kata Usman pada Republika, Rabu (13/1).
Usman mengapresiasi langkah pelaksanaan vaksin Covid-19 untuk tujuan kesehatan masyarakat, terutama agar terhindar dari infeksi virus yang mematikan. Namun, ia menyarankan, pemerintah perlu membangun kesadaran akan pentingnya kesehatan secara lebih serius di lingkungan masyarakat, terutama di lingkungan pemerintah.
"Kesadaran itu akan menjadi tumpuan bagi suksesnya pelaksanaan pemberian vaksin," ujar Usman.
Sebelumnya, Anggota Komisi IX sekaligus politisi PDIP Ribka Tjiptaning Tyas mengeklaim menjadi penolak pertama vaksin Covid-19. Padahal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang satu partai dengan Ribka akan menerima suntikan vaksin Sinovac pada Rabu (13/1).
Ribka menyatakan, pemberian vaksin pada seseorang tak bisa dipaksakan. Menurutnya, hal itu bisa saja melanggar HAM.
"Jangan main-main, saya yang pertama bilang saya menolak vaksin, kalau dipaksa ya pelanggaran HAM. Enggak boleh maksa begitu, makanya saya tanya (vaksin) ini yang katanya mau digratiskan?" kata Ribka dalam Raker dan RDP di Komisi IX DPR pada Selasa (12/1).