Rabu 13 Jan 2021 20:24 WIB

WHO ke China: Ini Bukan Saatnya Mencari Kesalahan

Tim WHO tegaskan misi ke China tak bermotif politis dan bukan mencari-cari kesalahan

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Pekerja medis menundukkan kepala mereka pada saat hari berkabung nasional untuk para korban virus corona di Wuhan, Provinsi Hubei, China, Sabtu (4/4). China mengadakan hari berkabung nasional bagi orang-orang yang meninggal selama wabah virus corona dan COVID-19
Foto: Xinhua via AP/Cai Yang
Pekerja medis menundukkan kepala mereka pada saat hari berkabung nasional untuk para korban virus corona di Wuhan, Provinsi Hubei, China, Sabtu (4/4). China mengadakan hari berkabung nasional bagi orang-orang yang meninggal selama wabah virus corona dan COVID-19

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING - Pada Kamis (14/1) perwakilan ilmuwan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dikabarkan akan tiba di China untuk meneliti asal usul virus corona tipe baru atau SARS-CoV-2 (Covid-19). Hal yang tidak dijadikan misi oleh beberapa ilmuwan adalah "tidak menuduh China".

Tuduhan tanggung jawab atas virus corona terhadap China telah lama digaungkan terutama oleh pemerintahan Amerika serikat (AS) Donald Trump dan beberapa sekutunya. Sementara beberapa ilmuwan yang akan ke China akan menjadi bagian dari upaya yang lebih luas yang telah menarik para ahli penyakit global.

Baca Juga

Profesor di epidemiologi mikroorganisme yang sangat patogen di badan kesehatan Jerman, Institut Robert Koch dan bagian dari tim WHO, Fabian Leendertz, mengatakan pentingnya tim WHO berada di China adalah untuk melihat hal-hal yang terkait dengan wabah di Wuhan, tempat pertama kali virus terdeteksi. Leendertz memiliki sedikit ilusi betapa sulitnya melacak asal-usul Covid-19.

Terlibat dalam melacak sumber wabah Ebola 2014 di Afrika barat ke koloni kelelawar di pohon, Leendertz juga bekerja untuk mengidentifikasi kapan campak pertama kali menyerang manusia. Sementara beberapa pihak telah membangun ekspektasi cukup besar pada kunjungan pertama, Leendertz memperingatkan pengalamannya menunjukkan perlu waktu untuk sampai ke dasar awal wabah, jika ada.

"Kita akan lihat berapa lama. Ada kemungkinan kecil kami hanya akan menemukan skenario, bahwa kami tidak dapat memberikan bukti ilmiah. Misalnya, kelompok saya menerbitkan makalah musim panas lalu di Science dimana kami menemukan mungkin 25 ribu tahun sejak campak menyebar dari ternak ke manusia. Mudah-mudahan tidak butuh waktu lama," ujarnya seperti dikutip laman The Guardian, Rabu (13/1).

Leendertz dan kolega lain yang terlibat dalam misi mengatakan bahwa ini bukan mencari kesalahan ke China. "Ini bukan tentang menyatakan China bersalah atau mengatakan 'itu dimulai di sini, beri atau terima tiga meter'. Ini tentang mengurangi risiko. Dan media dapat membantu dengan menghindari saling tuding gaya Trump. Pekerjaan kami bukanlah politik," tegasnya.

Dia mengatakan tidak akan pernah ada risiko, itulah mengapa misi ke China ini bukan suatu untuk mengatakan bahwa virus itu berasal dari hewan ternak atau orang pergi ke gua kelelawar. Ini merupakan investigasi berbasis data yang saat ini ada data yang sangat terbatas di sekitar asalnya.

"Kami tahu virus kerabat terdekat pada spesies kelelawar. Namun kami masih perlu menemukan reservoir aslinya, jika ada inang perantara dan bahkan inang manusia perantara," ujarnya.

Sementara China telah menyarankan tempat lain di luar negara tempat virus itu berasal, Leendertz percaya bahwa Wuhan tetap menjadi titik awal terbaik. "Saya pikir filosofi WHO itu bagus. Mulailah dari titik yang memiliki gambaran paling kuat tentang kasus manusia bahkan jika kita tidak tahu bahwa pasar basah Wuhan adalah titik di mana ia pertama kali menyebar ke manusia atau sekadar peristiwa penyebaran besar pertama," ujarnya.

Menurutnya, jika diselidiki dari Wuhan maka tim akan bisa kembali ke masa lalu untuk mengikuti bukti. Mungkin di daerah lain di China, hingga bahkan mungkin ke negara lain.

Pernyataan Leendertz tentang saling tuding juga digaungkan oleh sesama anggota tim Marion Koopmans dalam sebuah wawancara dengan saluran televisi Tiongkok CGTN. Menurutnya, WHO memperingatkan tentang risiko munculnya penyakit dan tidak ada negara yang kebal terhadapnya.

"Jadi saya tidak percaya ini tentang menyalahkan. Ini tentang memahami dan mempelajarinya untuk masa depan kesiapan global kita. Jadi, saya tidak berpikir kita harus menunjuk jari di sini," ujarnya.

"Namun penting untuk memulai di Wuhan, tempat wabah besar terjadi. Kita perlu berpikiran terbuka untuk semua jenis hipotesis. Dan itulah yang diminta untuk kami lakukan. Akan tetapi kita harus mulai di Wuhan di mana kita pertama kali belajar tentang situasinya," katanya menambahkan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement