REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengumumkan pada Rabu (13/1), Iran telah mulai mengerjakan bahan bakar berbasis logam uranium untuk reaktor penelitian. Upaya ini menjadi pelanggaran terbaru dari kesepakatan nuklir dengan enam negara besar.
“Direktur Jenderal (Badan Energi Atom Internasional) Rafael Mariano Grossi hari ini memberi tahu negara-negara Anggota IAEA tentang perkembangan terkini mengenai rencana Iran untuk melakukan kegiatan Litbang pada produksi logam uranium sebagai bagian dari tujuan yang dinyatakan untuk merancang jenis bahan bakar yang lebih baik untuk Reaktor Riset Tehran," kata badan yang berada di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ini dalam sebuah pernyataan.
Laporan rahasia IAEA kepada negara-negara anggota mengatakan, Iran telah mengindikasikan rencananya untuk memproduksi logam uranium dari uranium alami. Teheran kemudian akan memproduksi logam uranium yang diperkaya hingga 20 persen. Hasil ini dilaporkan untuk bahan bakar untuk Teheran Research Reactor.
Iran mengatakan kepada badan tersebut bahwa tidak ada batasan pada kegiatan Litbang. Modifikasi dan pemasangan peralatan yang relevan untuk kegiatan Litbang tersebut telah dimulai di Pabrik Fabrikasi Plat Bahan Bakar di Isfahan.
Teheran telah mempercepat pelanggaran kesepakatan dalam dua bulan terakhir. Hal itu sebagai anggapan atas pembunuhan ilmuwan nuklir topnya pada November yang dituduhkan Teheran pada musuh bebuyutannya, Israel
Sikap tersebut juga sebagai bentuk bembangkangan atas tanggapan penarikan diri Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada 2018 dari kesepakatan nuklir. Kondisi ini membuat Washington menerapkan kembali sanksi.
Langkah tersebut meningkatkan tekanan pada Presiden terpilih AS Joe Biden yang menjabat minggu depan. Biden telah berjanji untuk mengembalikan AS ke kesepakatan jika Iran pertama kali melanjutkan kepatuhan. Sedangkan, Teheran ingin Washington mencabut sanksi terlebih dahulu.
Secara terpisah, Iran juga berencana untuk memperkaya uranium hingga 20 persen di situs Fordow dan memulainya pada pekan lalu. Sejauh ini, negara itu hanya mencapai 4,5 persen, di atas batas 3,67 persen yang ditetapkan oleh kesepakatan, tetapi masih jauh dari 90 persen tingkat senjata.
Badan intelijen AS dan IAEA percaya Iran memiliki rahasia, program senjata nuklir terkoordinasi yang dihentikan pada 2003. Iran menyangkal pernah mencari senjata nuklir dan mengatakan tujuannya dengan energi nuklir sepenuhnya untuk kedamaian.