REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP) soal tim uji tuntas (due diligence) yang diduga sebagai perantara penerimaan sejumlah fee dalam kasus izin ekspor benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Penyidik KPK pada Rabu (13/1), telah memeriksa Edhy sebagai tersangka dalam penyidikan kasus tersebut.
"Didalami pengetahuannya mengenai alasan dan dasar pembentukan serta penunjukan tim uji tuntas perizinan usaha perikanan budi daya lobster yang diduga sebagai perantara dalam penerimaan sejumlah fee dari para ekspoktir benih lobster," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (14/1).
Selain itu, Ali juga menginformasikan terdapat seorang saksi, yakni Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Kaur, Bengkulu Edwar Heppy yang tidak memenuhi panggilan pada Rabu.
KPK memanggil Edwar untuk tersangka Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT). "Yang bersangkutan mengonfirmasi untuk dilakukan penjadwalan ulang," kata Ali.
KPK total menetapkan tujuh tersangka, yaitu Edhy Prabowo (EP), Staf Khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas Safri (SAF), Staf Khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas Andreau Pribadi Misata (APM).
Selanjutnya, Amiril Mukminin (AM) dari unsur swasta/Sekretaris Pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy, dan Suharjito (SJT).
Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp 9,8 miliar.
Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp 9,8 miliar.
Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy dan istrinya Iis Rosita Dewi, Safri serta Andreau.
Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istri-nya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp 750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS atau sekitar Rp 1,4 miliar dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.