Kamis 14 Jan 2021 11:27 WIB

Persahabatan Syekh Ali Jaber dengan Akbar Sang Pemulung

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, telah wafat Syekh Ali Jaber

Rep: Bayu Adji/ Red: Elba Damhuri
Syekh Ali Jaber (kanan) berbincang dengan Muhammad Al Gifari (kiri) saat pertemuannya di sela acara Milad Yayasan Nuurun Nisaa di Cihanjuang, Kabupaten Bandung Barat, Rabu (11/10). Dalam pertemuannya tersebut, Syekh Ali Jaber berencana memberangkatkan Umrah Muhammad Al Gifari atau yang akrab disapa Akbar dan mengangkatnya menjadi anak angkat. Foto: Abdan Syakura/Republika
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Syekh Ali Jaber (kanan) berbincang dengan Muhammad Al Gifari (kiri) saat pertemuannya di sela acara Milad Yayasan Nuurun Nisaa di Cihanjuang, Kabupaten Bandung Barat, Rabu (11/10). Dalam pertemuannya tersebut, Syekh Ali Jaber berencana memberangkatkan Umrah Muhammad Al Gifari atau yang akrab disapa Akbar dan mengangkatnya menjadi anak angkat. Foto: Abdan Syakura/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Syekh Ali Jaber meninggal dunia hari ini. Indonesia berduka cita mendalam atas kepergian sang pendakwah yang dikenal teduh dan menenangkan itu.

Banyak kenangan tentang Syekh Ali Jaber ini. Salah satunya, saat Syekh Ali Jaber begitu peduli atas nabis seorang bocah pemulung yang membaca Alquran di Jalan Braga, Bandung.

Sosok pemulung itu adalah Muhammad Gifari Akbar, pemuda berusia 16 tahun yang berasal dari Kampung Sodong, Kelurahan Muarasanding, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut.

Di mata Syekh Ali, Akbar adalah seorang pemuda yang istiqomah. Bukan tanpa alasan ia menilai Akbar demikian. Menurut dia, potret Akbar yang sedang mengaji yang tersebar dapat menunjukkannya.

"Saya melihat sosok Akbar ketika foto viral, seorang pemulung yang istiqamah, mengaji," kata dia, ketika berkunjung ke rumah keluarga Akbar di Kabupaten Garut, Rabu (11 November 2020) lalu.

Syekh Ali mengatakan banyak orang yang posisinya lebih nyaman atau mapan dari Akbar belum tentu bisa istiqamah. Apalagi ketika orang itu sedang stres. Jangankan mengaji, sholat yang sifatnya wajib pun dapat ditinggalkan.   

Sementara Akbar, di mata ulama asal Madinah itu, dalam kesusahannya tetap mau membaca Alquran. "(Akbar) jalan kaki berpuluh kilo, tapi masih bisa jaga sholat, baca Alquran. Bahkan, ketika dia lapar dan belum kecukupan makanan, dia ganti untuk menutupi kelaparannya (dengan) fokus mengaji. Setelah itu dia merasa kenyang. Ini luar biasa dan harus dibangkitkan kepada pemuda-pemudi Indonesia," kata dia.  

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement