REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus merespons pemecatan terhadap Ketua KPU Arief Budiman oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Kata dia, keputusan pemberhentian Arief Budiman oleh DKPP hendaknya diambil setelah dilakukan kajian yang komprehensif.
"Tentunya, dengan pertimbangan yang jelas tentang ukuran melanggar norma kode etik seperti tertuang dalam UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017," kata dia, Kamis (14/1).
Dia menjelasakan, penegakan etika penyelenggara pemilu memang menjadi domainnya DKPP untuk memutus pelanggaran kode etiknya. Namun demikian, keputusan yang diambil harus jelas dengan berbagai pertimbangan yang terukur dan tepat.
"Jangan ada unsur lainnya yang mempengaruhi keputusan itu", kata Guspardi dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, Kamis (14/1).
Dirinya mempertanyakan alasan menyertai dan mendampingi komisioner KPU Evi Novida Ginting pada saat di ruang publik dalam memperjuangkan hak-haknya dapat dikategorikan bentuk penyalahgunaan wewenang dan dianggap oleh DKPP sebagai bentuk dukungan Arief Budiman terhadap
perlawanan oleh KPU kepada lembaganya. "Dan haruskah hukumannya berupa pemecatan?" ujarnya.
Dirinya mengingatkan, agar DKPP dalam keputusannya harus objektif sebagaimana diuraikan pada pasal 159 ayat 3 UU No 7/2017. Politikus PAN tersebut berpandangan pemcatan Arief Budiman oleh DKPP terkesan dan secara tersirat menggambarkan adanya hubungan yang kurang harmonis antara kedua lembaga tersebut.
"Kalau begini kan menjadi preseden yang tidak baik," ungkapnya.
Rencananya Komisi II akan memanggil penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu dan DKPP) untuk meminta penjelasan dan klarifikasi agar mendapatkan gambaran yang jelas dan utuh secara transparan. Selain itu harmonisasi antar lembaga pemilu juga menjadi prioritas untuk di bahas dalam rapat yang akan segera dijadwalkan, pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut.