REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan sejumlah dokumen dalam penggeledahan yang dilakukan di rumah Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial (Dirjen Linjamsos Kemensos) Pepen Nazaruddin. Penggeledahan dilakukan berkaitan dengan perkara suap bantuan sosial (bansos) Covid-19.
"Dari rumah yang bersangkutan tersebut, ditemukan dan diamankan berbagai dokumen yang terkait dengan perkara," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis (14/1).
Ali mengatakan, tim penyidik selanjutnya akan menganalisa dokumen yang ditemukan dalam penggeledahan tersebut. Lembaga antirasuah itu kemudian akan melakukan penyitaan dokumen sebagai barang bukti dari perkara yang dimaksud.
Penggeledahan rumah yang berlokasi di Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat itu dilakukan pada Rabu (13/1) lalu. Di hari yang sama, Pepen Nazzaruddin tengah menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK.
Lembaga antirasuan itu sudah dua kali melakukan pemeriksaan terahadap Pepen dalam kapasitasnya sebagai saksi. Pemeriksaan pertama, Pepen dimintai keterangan untuk tersangka mantan menteri sosial (mensos) Peter Juliari Batubara (JPB).
Sedangkan dalam pemeriksaan kedua, KPK mendalami pengetahuannya terkait proses dan tahapan dalam penentuan rekanan pelaksana proyek distribusi bansos. Saat itu dia diperiksa untuk melengkapi berkas perkara tersangka pemilik PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja (AIM) yang merupakan satu di antara sejumlah korporasi yang ditunjuk Kemensos untuk mengerjakan pengadaan bansos Covid-19.
Perkara suap bansos Covid-19 tak hanya mentersangkakan JPB dan AIM tapi juga dua Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos, Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW). KPK juga menangkap Direktur PT Duta Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT) serta satu pihak swasta lainnya, Sanjaya (SJY).
JPB disebut-sebut menerima suap Rp 17 miliar dari fee pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek. Suap tersebut diterima politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu melalui dua tahap.
Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, diduga diterima fee Rp 8,2 miliar. Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sekitar Rp 8,8 miliar.
Tersangka MJS dan AW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Tersangka pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 4 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.