Jumat 15 Jan 2021 01:24 WIB

Komisi II akan Minta Penjelasan DKPP Soal Ketua KPU

Meski ada pemberhentian, Ketua Komisi II meminta sinergi DKPP-KPU tetap terjaga

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (16/12).
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (16/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan memberhentikan Arief Budiman dari jabatan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU). Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengatakan, pihaknya akan meminta penjelasan DKPP perihal putusan tersebut.

"Kami tidak akan masuk ke dalam putusan DKPP, tetapi sebagai mitra kami perlu mendapatkan penjelasan. Saat rapat kerja dengan DKPP, kita akan pertanyakan itu semua," ujar Saan saat dikonfirmasi, Kamis (14/1).

Baca Juga

Meski adanya putusan tersebut, ia meminta DKPP, KPU, dan pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemilu tetap bersinergi ke depannya. Agar penyelenggaraan pesta demokrasi terus membaik di masa mendatang.

"Untuk membangun sistem politik ke depan tidak baik juga jika mereka seakan-akan berseteru," ujar Saan.

Diketahui, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan memberhentikan Arief Budiman dari jabatan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Hal disampaikan dalam sidang pembacaan putusan perkara nomor 123-PKE-DKPP/X/2020 pada Rabu (13/1).

"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan pemberhentian dari jabatan Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia kepada teradu Arief Budiman sejak putusan ini dibacakan," ujar Ketua DKPP Muhammad dalam sidang pembacaan putusan secara daring.

Anggota DKPP Ida Budhiati mempersoalkan surat KPU RI Nomor 663/SDM.13.SD/05/KPU/VIII/2020 tertanggal 18 Agustus 2020 meminta Evi segera aktif kembali sebagai komisioner KPU RI. Sedangkan, menurut dia, amar keempat putusan Nomor 82/G/2020/PTUN merupakan putusan yang tidak dapat dilaksanakan atau noneksekutabel dan tidak menjadi bagian dari Keppres Nomor 83/P Tahun 2020.

Sehingga, kata Ida, Arief Budiman tidak memiliki dasar hukum maupun etik memerintahkan Evi Novida Manik kembali sebagai anggota KPU RI."Karena menurut hukum dan etika Evi Novida Ginting Manik tidak lagi memenuhi syarat sebagai penyelenggara pemilu setelah diberhentikan berdasarkan putusan DKPP Nomor 317 dan seterusnya," kata Ida.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement