REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China menuntut Washington untuk mencabut larangan impor kapas dan tomat dari wilayah Xinjiang. Juru bicara menekankan, keluhan pemerintah Amerika Serikat (AS) terhadap produksi kapas yang dilakukan dengan cara kerja paksa terhadap pekerja Muslim adalah kebohongan terbesar abad ini.
Larangan dari Amerika diumumkan pada Rabu (13/1) menambah konflik antara pemerintahan Presiden Donald Trump dengan China. Sebelumnya, Trump sudah menjatuhkan perlawanan terhadap pejabat, perusahaan, dan barang-barang China terkait hak asasi manusia, keamanan, dan keluhan lain.
Seperti dilansir AP News, Kamis (14/1), dampak komersial dari pelarangan tersebut tidak jelas. Tapi, Beijing sensitif terhadap kritik tentang wilayah Xinjiang, tempat lebih dari satu juta orang Uighur dan minoritas Muslim lainnya tinggal di kamp-kamp penahanan.
Beijing membantah telah memperlakukan mereka dengan buruk. Pihaknya mencoba mempromosikan pembangunan ekonomi dan pemberantasan radikalisme.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan, isu kerja paksa yang disampaikan pihak AS adalah kebohongan pada abad ini. Ia menuduh AS ingin merugikan perusahaan China dan pembangunan negara.
"Kami mendesak pihak AS untuk menghormati fakta, segera menarik kesimpulan yang salah dan berhenti mencampuri urusan dalam negeri China dengan dalih masalah terkait Xinjiang," kata Zhao.