REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Seorang Muslim yang memegang prinsip ahlus sunnah wal jamaah, hendaknya tidak mengadakan provokasi atau penghasutan untuk memberontak kepada penguasa, meskipun penguasa itu berbuat zhalim.
Dikutip dari buku Syarah Akidah Ahlus sunnah wal jamaah karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Rasulullah ﷺ bersabda:
عن عياض بن غنم رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من أراد أن ينصح لذي سلطان في أمر فلا يبده علانية، وليأخذ بيده، فإن قبل منه فذاك، وإلا كان قد أدى الذي عليه
"Barang siapa yang ingin menasihati penguasa, janganlah ia menampakkan dengan terang-terangan. Hendaklah ia pegang tangannya lalu menyendiri dengannya. Jika penguasa itu mau mendengar nasihat itu, maka itu yang terbaik dan bila si penguasa itu enggan (tidak mau menerima), maka sungguh ia telah melaksanakan kewajiban amanah yang dibebankan kepadanya" (HR Ibnu Abi Ashim, Ahmad dan al-Hakim).
Jika sudah ada dalil yang sahih, maka waiib bagi seorang Muslim untuk taat kepada Allah dan Rasulullah ﷺ. Hujjah itu terdapat pada hadits Rasulullah yang sahih dan tidak boleh menolak hadits Rasulullah dengan beralasan kepada perkataan ulama atau perbuatan satu kaum atau siapa saja.
Ahlus Sunnah tidak suka dan tidak rela dengan kezaliman dan kemunkaran yang dilakukan oleh penguasa atau lainnya, akan tetapi cara mengingkari kemunkaran yang dilakukan penguasa dan cara menasihati penguasa harus sesuai dengan petunjuk Rasulullah ﷺ dan atsar salafush shalih.
Menjelek-jelekkan penguasa, membeberkan aibnya, serta menyebutkan kekurangannya, menampakkan kebencian kepadanya di hadapan umum atau melalui media lainnya dan mengadakan provokasi, hal tersebut bukan cara yang benar.
Bahkan cara ini menyalahi petunjuk Nabi ﷺ, berdosa karena menyalahi sunnah, menimbulkan kerusakan dan bahaya yang lebih besar serta tidak ada manfaatnya. Orang yang melakukan hal demikian akan dihinakan Allah pada hari Kiamat. Rasulullah ﷺ, bersabda: