Jumat 15 Jan 2021 17:11 WIB

Napi Korupsi di Kota Malang Meninggal

Napi korupsi di Kota Malang, Indra Tjahjonom dilaporkan meninggal, Jumat (15/1)

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yudha Manggala P Putra
Lapas (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO
Lapas (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Satu narapidana kasus korupsi di Kota Malang, Indra Tjahjono dilaporkan meninggal, Jumat (15/1) pukul 04.30 WIB. Informasi ini dikonfirmasi kebenarannya oleh Kepala Lapas Klas I, Lowokwaru, Kota Malang, Anak Agung Gde Krishna.

Menurut Krishna, almarhum telah lama memiliki penyakit jantung, kencing manis dan ginjal. Selama ini yang bersangkutan sering dirawat rutin oleh tim kesehatan di lapas. "Dua hari lalu terakhir pemeriksaan dikasih obat," kata Krishna saat dihubungi wartawan, Jumat (15/1).

Berdasarkan informasi rekan sekamar almarhum, Indra sempat ke kamar mandi untuk Buang Air Kecil (BAK) lalu tidur kembali. Setiap Subuh, Indra dan rekan-rekannya biasa melaksanakan shalat berjamaah di masjid. Namun berhubung almarhum sakit, rekan-rekannya membiarkan dia tidur.

Setelah sholat subuh, rekan sekamar Indra mencoba membangunkannya tapi sudah meninggal. Saat diperiksa dokter, almarhum diperkirakan meninggal karena riwayat jantung. "Sudah kami tracking tidak ada indikasi Covid-19," jelasnya.

Sebelumnya, Indra merupakan kader dari Partai Demokrat di Kota Malang. Almarhum sempat menjabat sebagai anggota DPRD Kota Malang di periode lalu. Ia bersama 40 anggota DPRD, Wali Kota Malang nonaktif, Mochamad Anton serta mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Pengawasan Bangunan Jarot Edy Sulistiyoni ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2018.

 

KPK pada tahap awal menangkap Wali Kota Anton, Jarot Edy Sulistiyoni serta 19 anggota DPRD Kota Malang. Penangkapan ini berkaitan dengan persetujuan penetapan Rancangan Peraturan Daerah Kota Malang tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2015.

Dari hasil pengembangan kasus, KPK menangkap 22 anggota DPRD Kota Malang lainnya, yang diduga telah menerima gratifikasi masing-masing sekitar Rp 12,5 juta sampai Rp 50 juta.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement