REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan Komjen Listyo Sigit Prabowo yang dipilih oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon tunggal Kapolri, harus memiliki komitmen tinggi dalam pemberantasan korupsi dan pungutan liar (pungli). Khususnya pemberantasan korupsi dan pungli di internal kepolisian.
"Ini harus jadi perhatian utama memberantas sifat koruptif di kepolisian yang cenderung menggunakan kewenangannya secara komersial, sehingga banyak polisi 'gendut'. Jadi, harus ada komitmen tinggi dari Kapolri baru untuk memberantas korupsi dan pungli di tubuh Polri," kata Fickar di Jakarta, Sabtu (16/1).
Karena itu, kata Fickar, harus ada komitmen tinggi dari Kapolri baru pengganti Jenderal Idham Azis dalam hal memberantas korupsi dan pungutan liar di tubuh Polri. Selain itu, Kapolri baru juga perlu membuat aturan disiplin yang ketat, juga penegakan secara ketat akan menjadi teladan bagi kepatuhan hukum masyarakat.
"Yang kesemuanya harus dilakukan secara terbuka sebagai bagian dari akuntabilitas kepolisian yang digaji oleh uang rakyat," ujarnya.
Selain itu, Fickar mengingatkan sebagai penanggung jawab keamanan dalam negeri dan penegak hukum, Kapolri selalu menghadapi tantangan karena dampak dari kemajuan sebuah masyarakat. Untuk itu, jangan sampai polisi atau kapolri terjebak menjadi alat kekuasaan.
"Karena dengan kewenangannya, tidak mustahil bisa dimanfaatkan untuk memukul lawan politik dengan mengkriminalisasi pihak lawan politik," katanya.
Apalagi, lanjut Fickar, penunjukan Komjen Listyo Sigit sebagai calon tunggal Kapolri tentu sosok berpengalaman dan dekat dengan Presiden Jokowi. Listyo merupakan mantan Ajudan Presiden Jokowi pada 2014.
Kemudian, Fickar melihat Listyo Sigit melewati beberapa angkatan seperti halnya Tito Karnavian. "Saya kira ini kecenderungan yang wajar sepanjang didukung oleh profesionalisme sang calon, karena Presiden pasti akan memilih yang lebih muda darinya dan dekat untuk memudahkan komunikasi. Karena itu, ini tidak boleh disalahgunakan oleh polisi menjadi alat kekuasaan politik," ucapnya.