REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO - Penelitian menemukan angka kasus bunuh di Jepang meningkat saat gelombang kedua wabah virus corona. Peningkatan terjadi pada perempuan dan anak-anak. Angka bunuh diri sempat menurun di gelombang pertama wabah Covid-19 saat pemerintah memberikan banyak bantuan.
Pada Ahad (17/1) the Guardian melaporkan para peneliti dari Hong Kong University dan Tokyo Metropolitan Institute of Gerontology menemukan angka kasus bunuh diri di Jepang pada Juli hingga Oktober naik 16 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Berbanding terbalik dari periode Februari hingga Juni yang turun 14 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Tidak seperti saat kondisi ekonomi normal, pandemi ini berdampak secara tidak seimbang pada kesehatan psikologis anak-anak, remaja, dan perempuan terutama ibu rumah tangga," kata para penulis hasil penelitian yang diterbitkan jurnal Nature Human Behavior, Jumat (15/1) lalu.
Penelitian menemukan menurunan angka kasus bunuh diri di gelombang pertama wabah virus corona didorong beberapa faktor. Antara lain seperti subsudi pemerintah, berkurangnya jam kerja, dan ditutupnya sekolah.
Namun angka kasus bunuh diri pada perempuan naik 37 persen saat pandemi semakin lama memukul keras industri yang didominasi perempuan. Angka itu lebih tinggi lima kali lipat dibandingkan angka bunuh diri laki-laki. Dalam laporannya, para peneliti mengatakan pandemi menambah beban kerja ibu dan kekerasan dalam rumah tangga.
Penelitian Kementerian Kesehatan yang dilakukan dari November 2016 hingga Oktober 2020 menemukan angka kasus bunuh diri pada anak naik 46 persen selama gelombang kedua wabah Covid-19 usai penutupan sekolah di seluruh negeri di perpanjang.
Demi menahan laju penyebaran virus, bulan lalu Perdana Menteri Yoshihide Suga mengumumkan masa darurat untuk Tokyo dan tiga prefektur di sekitarnya. Pekan ini ia memperluas status masa darurat itu ke tujuh prefektur lainnya termasuk Osaka dan Kyoto.
Menteri Reformasi Peraturan dan Administrasi Taro Kono mengatakan walaupun pemerintah mempertimbangkan untuk memperpanjang masa darurat tapi pemerintah tidak bisa 'mematikan ekonomi'.
"Masyarakat khawatir pada Covid-19, tapi juga banyak orang yang (bunuh diri) karena kehilangan pekerjaan. Mereka kehilangan pemasukan dan tidak dapat melihat harapan. Kami harus menyeimbangkan penanggulangan Covid-19 dan mengelola ekonomi," kata Taro pada kantor berita Reuters, Kamis (14/1) lalu.