REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat untuk melakukan evakuasi mandiri ke tempat yang lebih aman pascagempa bumi magnitudo 6,2 yang mengguncang Majene-Mamuju Sulawesi Barat pada Jumat (15/1). Ia juga mengingatkan evakuasi ini bukan eksodus keluar daerah.
"BMKG hanya mengeluarkan imbauan terkait arahan evakuasi untuk menyelamatkan diri, bukan eksodus meninggalkan Mamuju," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam rilis yang diterima di Jakarta, Senin (18/1).
Dia menegaskan BMKG tidak pernah menginstruksikan warga untuk meninggalkan Mamuju. Sebelumnya beredar berita bohong lewat teks percakapan WhatsApp yang berisi informasi seolah BMKG menginstruksikan warga meninggalkan Mamuju sesegera mungkin.
Imbauan BMKG tersebut mengingat bahwa gempa susulan masih dapat terjadi seperti lazimnya pasca-terjadinya gempa kuat. Untuk itu, masyarakat diminta mewaspadai kemungkinan gempa susulan dengan kekuatan yang signifikan.
BMKG juga mengimbau masyarakat yang tempat tinggalnya sudah rusak atau rusak sebagian, untuk tidak menempati lagi. Sebab, jika terjadi gempa susulan signifikan maka dapat mengalami kerusakan yang lebih berat, bahkan dapat roboh.
Selain itu, warga yang tinggal di pesisir pantai juga diimbau untuk segera melakukan evakuasi mandiri menjauhi pantai jika terjadi gempa kuat di pantai. Sebab, pesisir Majene pernah terjadi tsunami pada tahun 1969.
Evakuasi mandiri dilakukan dengan cara menjauh dari pantai segera setelah merasakan gempa kuat di pantai sebagai peringatan dini tsunami, tanpa perlu menunggu dikeluarkannya peringatan dini oleh pihak terkait. "Evakuasi mandiri sesegera mungkin efektif menyelamatkan masyarakat pesisir jika sumber gempa kuat yang terjadi berada dekat pantai, karena waktu emas penyelamatan tsunami sangat singkat," kata Dwikorita.
Begitu pula dengan masyarakat yang tinggal di kawasan perbukitan atau yang melewati jalan di tepi tebing curam, perlu waspada karena gempa susulan signifikan dapat memicu terjadinya longsoran (landslide) dan runtuhan batu (rock fall). Kondisi tersebut juga berisiko, terlebih lagi saat ini musim hujan yang dapat memudahkan terjadinya proses longsoran karena kondisi tanah lereng perbukitan basah dan labil setelah diguncang dua kali gempa kuat.
"Kami minta masyarakat tidak percaya dengan berita bohong (hoaks), tetapi terus memantau dan mengikuti informasi resmi yang bersumber dari lembaga resmi seperti BMKG dan arahan dari BNBP/BPBD," tambah Dwikorita.