REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Uni Eropa menyerukan Israel menghentikan semua aktivitas pembangunan permukiman di Tepi Barat yang diduduki. Seruan itiu datang sehubungan dengan rencana Israel membangun 800 permukiman baru di wilayah tersebut.
"Keputusan terbaru Israel untuk memajukan rencana untuk persetujuan dan pembangunan hampir 800 unit permukiman baru di Tepi Barat, bertentangan dengan hukum internasional dan selanjutnya merusak prospek solusi dua negara yang layak," kata juru bicara urusan luar negeri di Komisi Eropa dalam sebuah pernyataan pada Ahad (17/1), dikutip laman Anadolu Agency.
Ia turut mendesak otoritas Israel menangguhkan proses penawaran pembangunan unit perumahan baru untuk permukiman yang sama sekali baru di Givat Hamatos. Menurutnya langkah itu merusak "perkembangan positif dari perjanjian normalisasi antara Israel dan sejumlah negara Arab".
Pada 11 Januari lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyetujui pembangunan 800 unit permukiman baru di Tepi Barat yang diduduki. "Kami dengan senang hati mengumumkan hari ini bahwa 800 apartemen baru telah dibangun di Yudea dan Samaria (Tepi Barat). Kami di sini untuk tinggal (agar) kami terus membangun Tanah Israel," kata Netanyahu melalui akun Twitter pribadinya.
Keputusan pembangunan permukiman baru di Tepi Barat muncul sebelum pelantikan presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada 20 Januari mendatang. Semasa kampanye, Biden menyuarakan penentangan terhadap aktivitas permukiman Israel di wilayah tersebut.
Di bawah pemerintahan Trump, AS telah mendukung kegiatan permukiman Israel di Tepi Barat. Padahal Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dianggap sebagai "wilayah pendudukan" di bawah hukum internasional. Dengan demikian semua pembangunan permukiman di sana ilegal.
Uni Eropa tidak mengakui kedaulatan Israel atas wilayah yang didudukinya sejak 1967. Perhimpunan Benua Biru itu telah berulang kali meminta Israel mengakhiri semua aktivitas permukiman dan membongkar bangunan yang sudah ada sejak 2001.