REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dalam memonya 5 Januari lalu terlihat badan investigasi Amerika Serikat (AS) FBI kesulitan membedakan antara ancaman nyata dengan gertakan ekstremis sayap kanan untuk menggelar kerusuhan di pelantikan Presiden terpilih Joe Biden. Memo tersebut mengungkapkan kemungkinan kerusuhan pendukung Donald Trump yang terjadi bulan lalu.
Namun, banyak lembaga penegak hukum AS yang mengabaikan peringatan tersebut. Salah seorang sumber dari penegak hukum AS mengatakan hal itu sebagian besar disebabkan karena FBI melabelkan sumber informasi tersebut dari 'laporan sumber terbuka'.
Beberapa hari sebelum pendukung Trump menyerbu dan mengepung Capitol Hill untuk mencegah Kongres meresmikan kemenangan Biden. Para pakar ekstremisme AS juga sudah menyadari retorika yang menjurus pada kekerasan di forum-forum daring baik di media sosial arus utama seperti Facebook atau yang populer di kalangan sayap kanan Gap dan Parler.
"Sangat mengerikan bagaimana masyarakat sangat terbuka mengenai kekerasan yang ingin mereka lakukan," kata CEO Card Strategies, perusahaan konsultan yang meneliti disinformasi, Melissa Ryan, Senin (18/1).
Ryan mencontohkan poster-poster yang tersebar di situs kampanye Trump, yakni TheDonald.win. Banyak poster yang memperlihatkan fantasi membunuh anggota Kongres. Sebagian membagikan tips cara mengikat tali.