Senin 18 Jan 2021 14:55 WIB

Ini Kriteria Orang dengan Komorbid yang Bisa Divaksinasi

Ada sejumlah kriteria orang dengan komorbid yang bisa menerima vaksin dan yang tidak.

Red: Israr Itah
Vaksinasi (ilustrasi)
Foto: AP Photo/LM Otero
Vaksinasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tengah gencar mengampanyekan vaksinasi untuk mencegah penyebaran Covid-19. Vaksinasi diambil untuk dapat menekan jumlah kasus positif dan meninggal dunia, sekaligus upaya agar pandemi ini perlahan-lahan berkurang.

Banyak pertanyaan dan ketakutan terkait vaksinasi pencegahan Covid-19. Salah satunya soal boleh tidaknya orang dengan penyakit penyerta (komorbid) divaksinasi.

Menjawab pertanyaan ini, Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) berkolaborasi dengan Persit Kartika Chandra Kirana, Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI), Universitas Prima Indonesia (UNPRI), KREKI dan Indonesia Healthycare Forum (IHCF) mengadakan bincang-bincang virtual bertajuk "Vaksin COVID-19, Tak Kenal Maka Tak Kebal. Komorbid, Bolehkah?" pada akhir pekan lalu. Bincang-bincang ini diselenggarakan dengan maksud memberikan edukasi pada masyarakat tentang vaksinasi Covid-19.

Dari acara yang diikuti oleh para pakar bidang kesehatan, diketahui ternyata tak semua orang yang komorbid tak boleh divaksinasi. Ada sejumlah kriteria orang dengan komorbid yang bisa menerima vaksin dan yang tidak.

Kepala Lembaga Biologi Molekular Eijkman, Prof. dr. Amin Soebandrio, PhD, Sp.MK (K) memaparkan vaksinasi memiliki manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan risiko yang akan diterima. Untuk itu, tidak perlu khawatir untuk divaksinasi karena ini merupakan salah satu cara untuk memutus rantai penyebaran Covid-19.

Sederhananya, kata dia, kita membandingkan dua hal, manfaatnya dan risikonya. Semua vaksin pasti ada kedua hal tersebut. Menurut Amin, semua pihak mengharapkan manfaatnya jauh lebih besar daripada risikonya. "Apa saja risiko yang mungkin dihadapi seseorang ketika vaksinasi? Minimal sakit pada waktu disuntik, itu merupakan salah satu risiko, tapi bisa diterima dan diabaikan," kata Amin dalam keterangan media yang diterima Republika.co.id, Senin (18/1).

Menurut Amin, manfaatnya lebih besar dirasakan. Ia tak melihat satu risiko yang serius dari vaksinasi. Bila vaksinasi berhasil dan diterima,  maka orang-orang yang divaksinasi bisa melindungi orang yang tidak bisa divaksinasi. Sebab, pasti ada beberapa orang yang tidak bisa divaksinasi dengan alasan kesehatan, tapi mereka juga butuh perlindungan. "Siapa yang melindungi? Tentu yang mampu melindungi adalah orang yang divaksinasi," kata Amin.

Ketua umum YKPI, Linda Agum Gumelar, menyambut baik acara ini. Sebab secara tidak langsung dapat menjawab banyak pertanyaan dari para penyintas kanker payudara dalam menyikapi bahaya pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung lebih dari sembilan bulan di Tanah Air.

"Kami langsung bereaksi dan bertindak karena memang sebenarnya bagi para penyintas kanker, termasuk kanker payudara, baik yang sudah berobat atau sudah selesai tahapan pengobatannya. Kami terus bertanya-tanya bagaimana dengan kami, sehingga butuh penjelasan dan informasi yang tepat dan akurat," ujar Linda.

Sekretaris Jendral Kementerian Kesehatan RI, drg. Oscar Primadi, mengungkapkan pemerintah terus berupaya untuk memutus rantai penularan Covid-19. Salah satunya dengan penyebaran vaksin.

Pemerintah menjadikan penyebaran vaksin ini sebagai salah satu strategi utama penanggulangan pandemi ini. 

Pemberian vaksin harus melewati perizinan yang cukup ketat. Dokter Jarir At Thobari, PHD dari FKKMK UGM mengatakan, penggunaan vaksin dapat melalui proses Emergency Use Otorisation. Proses ini sudah lama digunakan saat adanya virus H1N1.

Dari perbincangan ini, berikut kriteria orang yang memiliki komorbid, tapi boleh menerima vaksin dengan syarat tertentu: 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement