REPUBLIKA.CO.ID, ASIS ABABA – Konflik bersenjata pada 4 November 2020 antara pasukan pemberontak Tigray dan angkatan pertahanan Nasional Ethiopia yang terjadi di wilayah utara banyak menimbulkan korban jiwa dan kerusakan. Puluhan ribu warga Ethiopia bahkan melarikan diri ke Sudan.
Konflik bersenjata itu juga menyebabkan kerusakan yang parah di Masjid al-Nejashi. Sebuah masjid bersejarah di daerah Wukro dan menjadi salah satu masjid tertua di Afrika dan disebut-sebut sebagai situs warisan dunia Unesco.
Sejak pertempuran dimulai di Tigray lebih dari dua bulan yang lalu, wilayah tersebut telah terputus dari seluruh dunia karena internet dan telepon mati. Otoritas Ethiopia juga melarang wartawan dan pekerja bantuan dari banyak wilayah.
Rumor mulai muncul di media sosial tentang pertempuran di Wukro, lebih dari 800 km di utara ibu kota Ethiopia pada akhir November. Saat itulah mulai terungkap, bahwa masjid bersejarah al-Nejashi dan gereja Ortodoks Amanuel turut terdampak parah.
Pada 27 November, seorang komandan tentara Ethiopia mengatakan kepada penyiar negara FBC bahwa pasukannya telah mengamankan kendali atas daerah itu, tetapi tidak menyinggung adanya kerusakan pada situs-situs keagamaan.
Sehari kemudian, pasukan Ethiopia merebut ibu kota regional Mekelle dan Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed menyatakan perang telah berakhir.
Tetapi layanan telepon dan internet belum dapat dikembalikan ke Wukro dan sekitarnya, karena pertempuran terus berlanjut di daerah pedesaan.
Pada 18 Desember, sebuah komunike oleh Program Eksternal Eropa dengan Afrika yang berbasis di Belgia melaporkan bahwa masjid dibom, kemudian dijarah pasukan Ethiopia dan Eritrea. Kesedihan mencapai puncaknya pada Tahun Baru, ketika foto dan rekaman video dari masjid al-Nejashi yang rusak parah pertama kali muncul di media sosial dan menjadi viral.
Gambar menunjukkan menara masjid hancur, kubahnya runtuh sebagian dan fasadnya hancur. Di dalam masjid, tumpukan puing-puing berserakan di lantai.