REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fahmi Salim, Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah
Berbagai upaya menjadikan tubuh kita memiliki daya tahan kuat menjadi bagian syariat Islam. Poster "Saya Siap Divaksin" gencar disebarkan di media sosial. Gerakan ini dinilai efektif menghapus keraguan masyarakat terkait program vaksinasi pemerintah untuk mengatasi wabah Covid-19.
Untuk menunjukkan vaksin Sinovac aman, Presiden Jokowi menjadi yang pertama divaksin. Namun, masih ada yang ragu, bahkan polemik mencuat karena Ribka Ciptaning, anggota DPR dari PDIP, partai pendukung pemerintah justru menolak divaksin, dan pilih didenda.
Mengapa sebagian kita ada yang tak mau divaksin? Ada yang masih meragukan keberhasilan vaksin Sinovac dari Cina. Mereka hanya ingin menunggu vaksin Merah Putih, tetapi ada juga karena sikap politik opisisi.
Secara prinsip, umat Islam tak perlu meno lak vaksinasi karena tak jauh beda dengan imunisasi. Keduanya memiliki tujuan sama, yakni meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit tertentu walaupun proses, cara kerja, dan maknanya berbeda.
Vaksinasi merupakan bagian dari imunisasi aktif dengan memberikan antigen dalam vaksin. Vaksin yang dimasukkan ke dalam tubuh, mengandung virus atau bakteri yang telah dilemahkan hingga tubuh terpancing untuk menghasilkan antibodi.
Imunisasi, seperti BCG, hepatitis B, MMR, campak polio, dan lainnya, merupakan proses memasukkan antibodi untuk mencegah penyakit menular yang spesifik. Berbagai upaya menjadikan tubuh kita memiliki daya tahan kuat menjadi bagian syariat Islam.