REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Universitas Oxford Inggris telah menerima sumbangan sebesar 100 juta pound sterling atau sekitar Rp 2 triliun untuk meneliti resistensi yang meningkat terhadap antibiotik. Hal itu diumumkan oleh Universitas pada Selasa (19/1) waktu setempat.
Sumbangan dari perusahaan kimia multinasional asal Inggris, Ineos, menjadi salah satu suntikan dana terbesar yang diterima Oxford sepanjang sejarah kampus.
Dana tersebut akan digunakan untuk membuat lembaga baru yang berfokus memerangi fenomena resistensi antimikroba (AMR) yang berkembang. AMR disebabkan oleh meningkatnya paparan obat-obatan yang mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri pada hewan dan manusia.
Menurut catatan Universitas Oxford, peningkatan resistensi antibiotik telah menyebabkan 1,5 juta kematian lebih setiap tahun. Pada tahun 2050, diprediksi akan ada 10 juta kematian karena antibiotik dan obat antimikroba lainnya tidak lagi efektif melawan penyakit umum.
Wakil rektor Oxford Profesor Louise Richardson mengatakan bahwa pandemi Covid-19 telah menunjukkan kebutuhan mendesak untuk menangani ancaman krisis kesehatan. Utamanya yang ditimbulkan akibat resistensi antibiotik.
“Kami tahu pasti ada potensi tinggi untuk pandemi lagi, kami diingatkan berkali-kali, namun kami tidak siap. Kami tahu bahwa pertumbuhan resistensi antibiotik semakin tinggi, sehingga sangat penting bagi kami untuk bertindak," kata dia seperti dikutip dari Malay Mail pada Rabu (20/1).
"Dan dampak dari ketidaksiapan terhadap pandemi, saya pikir memperkuat pentingnya bertindak sebelum terlambat," tambah dia.