REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Selama masa terakhirnya menjabat, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo telah menghantam China dengan sanksi baru. Dia menyatakan kebijakan China terhadap Muslim dan etnis minoritas di Provinsi Xinjiang barat merupakan bentuk genosida.
Pompeo membuat keputusannya pada Selasa, hanya 24 jam sebelum Presiden terpilih Joe Biden menjabat. Tidak ada tanggapan dari tim Biden, meskipun beberapa anggota telah bersimpati dengan penunjukan seperti itu di masa lalu. Banyak dari mereka yang dituduh mengambil bagian dalam penindasan di Xinjiang sudah berada di bawah sanksi AS.
Sejak tahun lalu, pemerintah terus meningkatkan tekanan terhadap Beijing, menjatuhkan sanksi kepada banyak pejabat dan perusahaan atas aktivitas mereka di Taiwan, Tibet, Hong Kong, dan Laut China Selatan. Hukuman itu semakin keras sejak awal tahun lalu ketika Presiden Donald Trump dan Pompeo mulai menuduh China berusaha menutupi pandemi virus corona.
Tepat pada Sabtu, Pompeo mencabut pembatasan pada kontak diplomatik AS dengan pejabat Taiwan. Langkah ini memicu teguran keras dari China yang menganggap pulau itu sebagai provinsi pemberontak.
Dikutip Daily Sabah pada Rabu (20/1), lima hari lalu pemerintah mengumumkan akan menghentikan impor kapas dan tomat dari Xinjiang. Patroli Perbatasan AS mengatakan mereka akan memblokir produk dari sana yang dicurigai diproduksi dengan kerja paksa.
Xinjiang adalah pemasok kapas global utama sehingga pesanan tersebut dapat berdampak signifikan pada perdagangan internasional. Pemerintahan Trump telah memblokir impor dari masing-masing perusahaan yang terkait dengan kerja paksa di wilayah tersebut. AS telah menjatuhkan sanksi kepada pejabat partai komunis yang memiliki peran penting di kampanye.
Menurut pejabat AS dan kelompok hak asasi manusia, China telah memenjarakan lebih dari satu juta orang, termasuk Uighur yang sebagian besar Muslim di jaringan kamp konsentrasi yang luas. Orang-orang menjadi sasaran penyiksaan, sterilisasi, dan indoktrinasi politik.
China membantah semua tuduhan itu. Namun kerja paksa Uighur telah dikaitkan dengan pelaporan dari The Associated Press ke berbagai produk yang diimpor ke AS, termasuk pakaian dan barang elektronik seperti kamera dan monitor komputer.
China mengatakan kebijakannya di Xinjiang hanya bertujuan untuk mempromosikan pembangunan ekonomi dan sosial di wilayah tersebut dan membasmi radikalisme. China juga menolak kritik atas apa yang dianggap sebagai urusan internalnya.