Rabu 20 Jan 2021 06:54 WIB

Jelang Pelantikan Biden, Washington Jadi Benteng Bersenjata

Washington dipagari dengan kawat besi dan dijaga 25 ribu pasukan Garda Nasional

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
 Seorang Pengawal Nasional berdiri di blok jalan di luar Capitol saat keamanan ditingkatkan menjelang upacara pelantikan Presiden terpilih Joe Biden Senin, 18 Januari 2021, di Washington.
Foto: AP/Matt Slocum
Seorang Pengawal Nasional berdiri di blok jalan di luar Capitol saat keamanan ditingkatkan menjelang upacara pelantikan Presiden terpilih Joe Biden Senin, 18 Januari 2021, di Washington.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Jelang pelantikan Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden, Washington menjadi benteng bersenjata. Ibu kota AS ini dipagari dengan kawat besi dan dijaga 25 ribu pasukan Garda Nasional.

Kondisi ini angat berbeda dengan pelantikan-pelantikan presiden sebelumnya ketika masyarakat membanjiri jalanan ibu kota untuk merayakan pergantian kekuasaan. Pandemi Covid-19 sudah membatalkan acara pesta pelantikan.

Baca Juga

Kini taman depan Gedung Kongres, National Mall, ditutup karena ancaman kekerasan kelompok yang menyerang Capitol Hill pada 6 Januari lalu. Hampir tidak ada masyarakat umum yang menyaksikan langsung transisi kekuasaan kali ini.

"Ini seperti kota hantu tapi dengan tentara. Ini menakutkan, sangat tidak biasa," kata warga Washington, Dana O'Connor, yang berjalan dengan suaminya di trotoar depan Gedung Putih, Selasa (19/1).

Pelantikan-pelantikan presiden sebelumnya ditonton jutaan orang yang berkumpul di National Mall. Warga antusias menyaksikan upacara pergantian kekuasaan melalui layar besar dan parade presiden baru yang berjalan kaki dari Capitol Hill ke Gedung Putih.

Aula-aula hotel dan gedung-gedung pameran penuh oleh tamu yang disajikan sampanye dan musik dari bintang-bintang terkenal. Pelantikan presiden biasanya memang acara dengan pengamanan tingkat tinggi.

Petugas keamanan memasang metal detector di setiap pintu masuk dan membatasi ruangan dengan zona-zona khusus tanda pengenal. Garda Nasional turut menjaga keamanan bersama petugas lokal dan penegak hukum federal. Akan tetapi tingkat kewaspadaan tahun ini berbeda.  

Ahad (17/1) lalu Wali Kota Washington Muriel Bowser mengatakan petugas keamanan tidak memiliki pilihan lain selain meningkatkan keamanan usai serangan ke Capitol Hill yang menewaskan lima orang. "Di mana orang-orang yang menyebut diri mereka patriot ingin menggulingkan pemerintah dan membunuh petugas polisi," kata Bowser.

"Kami tidak ingin melihat kawat besi. Kami jelas tidak ingin melihat pasukan bersenjata di jalan-jalan kami. Namun kami harus mengambil sikap yang berbeda," kata Bowser program televisi NBC Meet the Press.

Wilayah pajak tambahan pusat kota Washington, Downtown DC Business Improvement District, memprediksi pelantikan Biden meningkatkan sedikit pendapatan pajak kota itu menjadi 107 juta dolar AS. Pengamat menilai keamanan ketat di pelantikan presiden cukup memalukan bagi AS.

Direktur Pusat Kajian Politik University of Virginia Larry Sabato mengatakan bagi bangsa yang bangga sebagai suar demokrasi di seluruh dunia, transisi kekuasaan yang damai adalah segalanya. "Dunia akan melihat Biden mengambil sumpah, di tengah kamp militer yang tidak bisa dibedakan dengan Zona Hijau," kata Sabato.

Zona Hijau adalah sebutan daerah serupa benteng di tengah Kota Baghdad yang dibentuk saat Perang Irak. Sabato menghadiri semua pelantikan presiden sejak Richard Nixon mengambil sumpah jabatan yang kedua pada 1973 dan Ronald Reagan tahun 1985 yang dilakukan di dalam ruangan karena cuaca dingin. Baru kali ini ia tidak bisa menghadiri pelantikan presiden.

Dinas Rahasia menggunakan istilah 'Zona Hijau' untuk menyebut peta keamanan pelantikan. Warga District of Columbia juga menggunakan istilah tersebut untuk menggambarkan daerah dua blok sebelah timur Capitol Hill hingga Sungai Potomac barat Lincoln Memorial, distrik salah satu basis massa Partai Demokrat dengan hampir 92 persen pemilih memilih Biden.

Situasi saat ini semakin menyakitkan bagi mereka. Konsultan politik Amy Littleton yang tinggal 10 blok sebelah utara Gedung Putih merasa situasi ini 'terasa tidak adil'.

"Berani-beraninya orang-orang itu mencuri kebahagiaan kami. Kami tidak pernah melakukan ini. Seberapa pun kami tidak setuju dengan pemilihan (presiden) sebelumnya, tidak pernah ada yang mengancam keamanan dan keselamatan orang lain," kata Littleton.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement