REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Guru Besar Biokimia dan Biologi Molekuler Universitas Airlangga (Unair) Prof. Chairul Anwar Nidom menanggapi tata cara keramas ala protokol Covid-19. Prof Nidom menilai, tata cara keramas tersebut bisa membuat masyarakat tambah stres di tengah pandemi yang tak kunjung usai.
Tata cara keramas di tengah pandemi beredar lewat pesan berantai di media sosial. Tulisan tentang tata cara keramas disebut dibuat oleh Dirut RSUD Noongan, Minahasa, dr. Enriko H Rawung, berjudul 'Keramas Ala Protokol Covid-19'.
Penjelasan dalam tulisan tersebut, kata Nidom, memang bagus. Tetapi bisa jadi malah membuat masyarakat stres.
Masyarakat nantinya malah menerka-nerka, bisa jadi keramas yang mereka lakukan adalah salah. Padahal, kata dia, ketika stres, struktur metabolisme tubuh akan berubah sehingga virus bisa lebih gampang masuk.
"Penjelasan dr Enrico bagus tapi bisa menimbulkan stres. Jangan-jangan keramas saya salah, jangan-jangan cuci tangan saya salah. Stres itu bisa mengubah struktur metabolisme tubuh sehingga virus bisa gampang masuk," ujar Nidom kepada Republika, Rabu (20/1).
Nidom tidak menyangkal pentingnya keramas dan mandi sebagai upaya membersihkan diri dari virus. Namun demikian, masyarakat juga bisa melakukan upaya-upaya lain agar virus tidak menempel di anggota tubuh. Rambut misalnya.
Menurutnya, masyarakat bisa memaksimalkan penutup kepala agar virus tidak menempel di rambut. "Jadi minimal menutup rambut. Jadi jilbab ada fungsi lainnya bukan hanya syariah. Yang laki-laki bisa pakai topi," ujar Nidom.
Penjelasan terkait cara keramas ala protokol Covid-19 tersebut juga bisa menimbulkan stres, karena masyarakat menganggap setiap setelah keluar rumah, harus keramas. "Artinya orang itu setiap keluar rumah masuk lagi keramas lagi. Kalau dia keluar rumah satu hari berkali-kali, keramas berkali-kali," kata Nidom.
Nidom kembali menegaskan, jurus 3 M adalah prinsip dasar dalam pencegahan penularan Covid-19. Memakai masker misalnya adalah cara untuk menangkal agar virus tidak masuk dalam saluran tubuh. Namun demikian ia menegaskan, masker digunakan harus benar-benar berstandar.
Karena virus corina ukurannya sekitar 5 mikron, maka lobang dari masker yang digunakan tidak boleh lebih besar dari itu. "Oleh karena itu penting pemerintah membuat standar terhadap masker karena itu keselamatan utama masker itu," kata Nidom.
Setelah bisa mencegah virus masuk ke dalam saluran tubuh, lanjut Nidom, upaya lainnya adalah pengendalian di lingkungan. Yaitu dengan mencuci tangan, mandi, atau keramas, untuk menghilangkan virus dari anggota tubuh. Kemudian menjaga jarak agar terhindar dari penularan virus yang mungkin dibawa orang yang ada di sekitar.
"Dengan 3M itu sudah sangat cukup sudah fundamen dari cara pencegahan. Dengan 3M itu 95 persen virus sudah busa dikendalikan," ujar Nidom.
Sebelumnya, Dirut RSUD Noongan, Minahasa, dr. Enriko H. Rawung, MARS membhat tulisan berjudul 'Keramas Ala Protokol Covid-19.' Inti dari tulisan tersebut adalah keramas yang salah bisa jadi membuat virus yang menempel di rambut, terbawa air masuk ke dalam saluran tubuh.
Menurutnya, rambut yang telah ditempeli virus corona saat berinteraksi di luar rumah, ketika disiram air pada waktu mengawali keramas, virus tersebut turut terbawa mengalir ke mata, hidung, dan mulut. Sebaiknya, kata dia, pertama-tama basahi dengan air telapak tangan sampai basah.
Kemudian tetesi dengan sampo secukupnya, gosokkan sampai berbusa, lalu usapkan ke seluruh rambut dan tunggu 20 detik hingga 1 menit. Biarkan deterjen di shampoo tersebut bekerja membunuh seluruh virus di area rambut, setelah itu baru dibilas dengan air. Kemudian diulang sekali lagi memakai sampo dan bilas.