REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof KH Didin Hafidhuddin menilai, tak mudah untuk menyalurkan rasa simpati terhadap sebuah musibah orang lain dalam aksi nyata. Menurut dia, apa yang dilakukan relawan dalam penanganan bencana di Indonesia harus diapresiasi setinggi-tingginya.
Kiai Didin,menyatakan, ini menjadi peluang bagi pemerintah untuk mengajak setiap elemen untuk bersama-sama membangun bangsa.“Termasuk (kepada) mantan-mantan laskar FPI (Front Pembela Islam), mereka juga banyak membuat kebaikan. Laskar FPI ini banyak peduli terhadap umat dan bencana. Pemerintah pusat harus mengajak, rekonsiliasi yang adil, tokoh masyarakat harus diajak bicara. Pemerintah tidak boleh merasa benar sendiri,” ujar dia saat dihubungi Republika, Rabu (20/1).
Relawan Front Persaudaraan Islam (FPI) ikut dalam penanggulangan bencana di berbagai daerah di Tanah Air. Kegiatan mereka pun terdokumentasikan lewat akun Twitter @Reborn_FPI. Lewat akun tersebut, tampak aksi para relawan membagikan bantuan sembako dan membersihkan masjid dan mushala yang terendam karena banjir.
Dalam menanggulangi bencana ataupun permasalahan bangsa, pemerintah tak patut untuk merasa paling benar sendiri. Dia menegaskan, prinsip gotong royong serta musyawarah merupakan tradisi Indonesia yang telah lahir sejak lama. Mantan ketua Baznas ini mencontohkan bagaimana peran dari sejumlah lembaga filantropi dan juga organisasi masyarakat dalam membantu penanggulangan bencana.
“Sikapnya relawan itu mengungkapkan rasa empati yang sangat kuat. Ini (usaha relawan) harus dihargai oleh pemerintah,” kata Kiai Didin.
Di sisi lain, dia menjelaskan, maraknya musibah yang terjadi di Indonesia harus dijadikan sebagai ajang untuk bertafakur. Bencana alam yang terjadi tak lepas dari faktor kelalaian serta kejahilan manusia. Contohnya, bencana longsor di Jawa Barat ataupun banjir yang terjadi di sejumlah wilayah. Masyarakat dan pemerintah kerap melupakan kewajiban menjaga dan memelihara alam usai mengeksploitasinya.