REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Koperasi Tempe dan Tahun Indonesia (Gakoptindo) menuturkan, operasi pasar kedelai murah yang dicanangkan bersama Kementerian Pertanian (Kementan) dan Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) tidak berjalan sesuai rencana.
Ketua Gakoptindo, Aip Syarifuddin, mengatakan pada awalnya para produsen maupun pengrajin tempe dan tahu mendapat angin segar lantaran bisa mendapatkan kedelai dengan harga Rp 8.500 per kilogram (kg). Tingkat harga itu cukup murah karena rata-rata harga saat ini di atas Rp 9.000 per kg.
"Setelah diputuskan mau operasi pasar, kita senang sekali. Namun ternyata keputusan yang diputuskan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) itu prakteknya di lapangan tidak sesuai," kata Aip dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RPDU) bersama Komisi IV DPR, Rabu (20/1).
Ia mengatakan, dari sekian belas jumlah importir kedelai, hanya dua perusahaan yang menjalan operasi pasar. Yakni PT FKS Multi Agro dan PT GCU. Adapun kuota operasi pasar yang harus dikeluarkan oleh dua perusahaan tersebut yakni sebanyak 200 ribu ton.
Wakil Ketua Gakoptindo, Sutaryo, membeberkan, terdapat masalah sejak perjanjian operasi pasar direncanakan. Seperti diketahui, pertemuan antara pengrajin dan importir dilakukan pada 5 Januari 2020 di Kantor Pusat Kementerian Pertanian. Menurut dia, seharusnya pihak yang mengumpulkan dan memfasilitasi pertemuan adalah Kementerian Perdagangan.
"Kemudian (keputusan operasi pasar) ini hanya searah keinginan pemerintah melalui Kementan. Belum diterima importir (tapi) diekspose," kata Sutaryo.