REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Otoritas Palestina mengecam rencana Israel membangun 2.500 unit rumah baru di wilayah Tepi Barat yang diduduki. Israel dinilai sengaja berusaha menghilangkan kemungkinan tercapainya solusi dua negara.
"Israel berpacu dengan waktu untuk menghilangkan apa yang tersisa dari kemungkinan solusi dua negara dan menempatkan lebih banyak hambatan di depan pemerintahan baru Amerika Serikat (AS)," kata juru bicara Otoritas Palestina Nabil Abu Rudeineh dalam sebuah pernyataan pada Rabu (20/1), dikutip laman kantor berita Palestina WAFA.
Abu Rudeineh mendesak pemerintahan baru AS di bawah presiden terpilih Joe Biden mengambil kebijakan yang jelas tentang aktivitas permukiman Israel di wilayah pendudukan. Menurutnya hal itu penting untuk mencapai keamanan dan stabilitas di kawasan. "Semua aktivitas pemukiman ilegal dan melanggar hukum internasional," katanya.
Pada Selasa (19/1), organisasi anti-permukiman Israel Peace Now mengatakan Israel telah menerbitkan tender untuk membangun 2.572 rumah di Tepi Barat, termasuk 460 unit di Yerusalem Timur. Langkah itu dilakukan setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyetujui pembangunan 800 unit permukiman di wilayah pendudukan pada 11 Januari lalu.
Selama masa pemerintahan Presiden AS Donald Trump, pembangunan permukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki meningkat empat kali lipat. Hal itu kian menyulitkan negosiasi perdamaian Israel-Palestina dalam kerangka solusi dua negara.
Di bawah hukum internasional, Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dianggap sebagai "wilayah pendudukan". Dengan demikian pembangunan semua permukiman Yahudi di sana ilegal.