REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Presiden Moeldoko menekankan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak pernah mengobral izin penggunaan lahan di Pulau Kalimantan. Pernyataan Moeldoko ini merespons kritik sejumlah pihak yang menilai bahwa presiden tidak memahami akar masalah penyebab banjir besar di Kalimantan Selatan (Kalsel). Alih-alih melakukan evaluasi tata ruang, Presiden Jokowi menyebut curah hujan yang tinggi sebagai penyebab banjir.
"Saya pikir zamannya Pak Jokowi itu, mungkin kita lihat lah, tidak mengeluarkan izin-izin baru. Perlu kita lihat lebih dalam seberapa banyak sih, izin yang sudah diberikan dalam kepemimpinan beliau? Menurut saya bisa dikatakan sangat kecil. Intinya, Presiden Jokowi tidak obral dengan izin-izin," ujar Moeldoko di kantornya, Rabu (20/1).
Ia mengaku tidak tahu persis seberapa banyak perizinan yang diterbitkan pemerintah kepada perusahaan yang memanfaatkan lahan di Kalimantan. Namun, Moeldoko memastikan bahwa pemerintahan Presiden Jokowi tidak sembarangan menerbitkan izin. Mengenai angka pasti luasan lahan yang diberi izin, Moeldoko berjanji akan menindaklanjuti ke kementerian terkait.
Selain itu, Moeldoko juga memastikan pemerintah sudah menyiapkan mitigasi terhadap potensi dan risiko bencana di masa yang akan datang. Presiden Jokowi, ujar Moeldoko, telah menerbitkan Perpres 87 tahun 2020 tentang Rencana Induk Penanggulangan Bencana tahun 2020-2044. Di dalamnya, ujar Moeldoko, ada lima poin kebijakan.
Pertama, pengenalan dan pengkajian ancaman bencana. Kedua, pemahaman tentang kerentanan masyarakat terhadap bencana. Ketiga, analisis kemungkinan dampak bencana. Keempat, pilihan tindakan pengurangan risiko bencana. Kelima, penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana. Terakhir, alokasi tugas kewenangan dan sumber daya yang tersedia.
"Dari ini sebenarnya pemerintah sudah melakukan langkah mitigasi yang komprehensif. Tapi kenyataannya kok masih ada bencana? Iya, bencana tidak bisa dikendalikan. Tetapi yang paling penting adalah pemerintah telah menyiapkan perangkatnya," ujar Moeldoko.
Dalam kunjungannya ke Kalimantan Selatan beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi mengatakan, bahwa bencana banjir besar yang terjadi disebabkan curah hujan yang tinggi selama 10 hari berturut-turut. Akibatnya, Sungai Barito yang memiliki daya tampung hingga 230 juta meter kubik ini tak mampu menahan derasnya luapan air.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Walhi Nur Hidayati sempat mengatakan, pembukaan lahan di Kalsel makin masif beberapa waktu terakhir. "Hal ini menyebabkan berkurangnya efektivitas daerah aliran sungai (DAS) yang memperparah terjadinya banjir," kata Nur.
Berdasarkan pengamatan Walhi, kata dia, sebanyak 50 persen dari total wilayah seluas 3,7 juta hektare di Kalsel sudah dibebani izin tambang dan perkebunan kelapa sawit. Hal tersebut diperparah dengan kurang baiknya tata kelola sumber daya alam (SDA).
"Catatan Walhi Kalimantan Selatan terdapat 814 lubang milik 157 perusahaan tambang batu bara. Sebagian lubang tersebut masih berstatus aktif, sebagian lagi ditinggalkan tanpa reklamasi," kata Nur.