REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Nanang, menyatakan, terdapat tren kenaikan harga sapi lokal di tingkat peternak. Namun, kenaikan tersebut masih relatif kecil.
Ia mengatakan, rata-rata harga daging sapi dari kandang dikisaran Rp 43 ribu - Rp 44 ribu per kg. Menurut dia, tren kenaikan dalam beberapa waktu terakhir di bawah 5 persen sehingga belum signifikan.
"Sejauh ini belum ada kenaikan harga signifikan untuk sapi lokal. Tapi memang ketika harga daging impor naik, dia akan ikut bergerak karena ada kait-mengkait," kata Nanang saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (21/1).
Lebih lanjut, Nanang menjelaskan, kenaikan harga sapi lokal saat ini salah satunya didorong oleh biaya produksi yang mengalami peningkatan. Terutama untuk pakan yang berpengaruh besar terhadap pembentukan biaya produksi daging sapi.
Terdapat dua jenis pakan ternak sapi, yakni pakan hijauan dan konsentrat. Namun menurutnya kenaikan terasa untuk pakan konsentrat. "Tiap daerah berbeda harganya, tapi normalnya di kisaran Rp 15 ribu - Rp 30 ribu per hari per ekor. Sekarang harga naik Rp 5.000 per ekor per harinya," kata dia.
Adapun untuk situasi produksi tahun ini, ia menilai kemungkinan besar kemampuan produksi daging sapi lokal masih relatif stabil. Itu karena belum adanya geliat usaha peternakan yang mengalami perbaikan.
Menurut Nanang, salah satu yang menjadi fokus PPSKI saat ini yakni meningkatkan animo para generasi muda untuk menjadi peternak. "Ini tugas kami di PPSKI agar bagaimana anak-anak itu mau menjadi peternak, kita juga akan mendorong pemerintah untuk menciptakan situasi kondusif dalam usaha peternakan," katanya.
Sebelumnya diketahui para pedagang sapi di wilayah Jabodetabek melakukan aksi mogok berjualan. Hal itu dilakukan lantaran terdapat kenaikan harga yang diterima para pedagang. Adapun kenaikan harga utamanya terasa di wilayah Jabodetabek yakni dari harga normal Rp 120 ribu per kg di tingkat konsumen menjadi Rp 130 ribu per kg.
Masalah harga tersebut terutama terjadi untuk sapi bakalan impor dari Australia. Ketua Harian Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) Asnawi, mengatakan, pihaknya telah melakukan pertemuan bersama Kementerian Perdagangan, APDI DKI Jakarta, serta Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) di Jakarta, Selasa (20/1).
Asnawi menjelaskan, kenaikan harga mulai terjadi sejak Juli 2020 dan terus berlangsung hingga Januari 2021. Rata-rata kenaikan mencapai Rp 13 ribu per kilogram (kg) untuk pembelian sapi bakalan impor dari Australia. Kenaikan itu terjadi karena para importir sapi sudah mendapatkan harga yang sangat tinggi dari Australia.
"Per Juli 2020 sudah pada posisi 3,6 dolar AS (Rp 50.400 kurs Rp 14.000) per satu kilogram bobot hidup sapi bakalan, dan harga per Januari 2021 sudah 3,9 dolar AS (Rp 54.600). Ini belum termasuk biaya-biaya bongkat muar pelabuhan dan transformasi angkutan," kata Asnawi.
Ia mengatakan, akibat kenaikan harga yang terus terjadi, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan telah meminta kepada Gapuspindo untuk tidak menaikkan harga dalam dua bulan ke depan.
Dengan kata lain, tetap pada harga Rp 47.000 - Rp 48.500 untuk harga sapi hidup di feedlot atau setara dengan harga karkas Rp 95.000 - Rp 98.000 per kg.
Menurutnya, dalam stabilisasi harga dan kecukupan ketersediaan sapi siap potong, pemerintah dalam waktu dekat melalui Kementerian Perdagangan akan melakukan pemberian izin kepada para importir untuk melakukan impor sapi dari negara Meksiko dan sapi Slaugther dari Australia.
Pemerintah juga berjanji untuk segera memberikan pengumuman terkait kenaikan yang bersifat anomali bahwa harga jual daging sapi di tingkat pengecer atau pedagang daging sebesar Rp 130 ribu per kg.
"Kemendag juga tidak bisa memaksakan pedagang mesti harus berdagang walau harus menanggung kerugian, dan juga tidak mempersalahkan jika pedagang daging sapi tidak berdagang karena itu pilihan," kata Asnawi.