REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Tiga organisasi di Dewan Ibadah Muslim Prancis (French Council of Muslim Worship/CFCM) mengecam 'piagam nilai-nilai republik' yang diperkenalkan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Piagam prinsip Islam itu ditawarkan untuk menegaskan kembali kesesuaian dari keyakinan Islam dengan Prancis.
Ketiga kelompok Muslim tersebut menyatakan ketidaksepakatan tentang teks tersebut karena dinilai berisiko melemahkan ikatan kepercayaan serta merusak kehormatan Muslim.
Komite Koordinasi Muslim Turki di Prancis (CCMTF) dan Konfederasi Islam Milli Gorus (CMIG) bersama dengan gerakan Keyakinan dan Praktik mengumumkan pada Rabu (20/1) bahwa mereka belum menandatangani piagam yang disetujui dan diserahkan kepada Presiden Emmanuel Macron.
Mereka menuntut perubahan teks dari piagam berisikan 10 poin yang disebut Macron sebagai "teks dasar untuk hubungan antara Negara, Islam, dan Prancis."
"Kami jelas setuju dengan tuntutan noncampur tangan oleh negara, noninstrumentalisasi agama, dan penghormatan terhadap Konstitusi dan prinsip-prinsip Republik. Namun, kami percaya bahwa bagian dan formulasi tertentu dari teks yang dikirimkan kemungkinan akan melemahkan ikatan kepercayaan antara Muslim Prancis dan bangsa ini. Selain itu, pernyataan tertentu merusak kehormatan Muslim dengan karakter yang menuduh dan meminggirkan," kata pernyataan bersama kelompok Muslim tersebut, dilansir di Anadolu Agency, Jumat (22/1).
Penolakan piagam itu terjadi karena Prancis terlibat dalam perseteruan sengit dengan negara-negara Islam, termasuk Turki, karena persoalan karikatur Nabi Muhammad.
Ketiga kelompok itu mengatakan, piagam itu disetujui tanpa memperoleh konsensus penuh dari komponen integral lainnya dari CFCM, termasuk dewan regional dan departemen, dan para imam yang akan terpengaruh oleh keputusan itu. Mereka mengutip Masjid Agung Saint Denis de la Reunion yang merupakan salah satu komponen pendiri CFCM yang telah menolak untuk menandatangani piagam tersebut.
Setelah beberapa pekan perselisihan internal, CFCM, sebuah badan nasional yang terdiri dari sembilan asosiasi, mengatakan, pihaknya telah mencapai kesepakatan tentang teks piagam yang menolak campur tangan asing, Islam politik, dan praktik lazim tertentu dan tentang menghormati kesetaraan gender.
Kesepakatan tersebut akan membuka jalan bagi pembentukan Dewan Imam Nasional, yang akan memiliki kewenangan untuk mengesahkan praktik para imam.
Menurut laporan yang diterbitkan oleh France 24, dewan itu akan membatasi masuknya para imam dari Turki, Tunisia, Maroko dan Aljazair, dan 300 imam kemungkinan akan diusir.
Ketiga organisasi tersebut mengatakan, meskipun mereka yakin bahwa dewan imam itu bermanfaat, lembaga itu harus mendapatkan legitimasinya dari populasi Muslim di sana. Mereka juga menggarisbawahi perlunya konsultasi yang luas, demokratis, dan partisipatif, alih-alih secara lazim menandatangani teks yang tidak dapat diterima dengan tenang oleh komunitas Muslim.