Jumat 22 Jan 2021 18:18 WIB

Trauma Sang Anak Kandung yang Diperkosa Ayahnya Sendiri

Mantan anggota DPRD I NTB ditahan setelah dilaporkan perkosa anak gadis kandungnya.

Seorang ayah di Mataram, NTB, ditahan oleh Polresta setempat setelah dilaporkan melakukan pemerkosaan atau kekerasan seksual ke anak kandungnya sendiri. Korban mengalami trauma mendalam akibat tindakan ayahnya tersebut.
Foto: Republika On Line/Mardiah diah
Seorang ayah di Mataram, NTB, ditahan oleh Polresta setempat setelah dilaporkan melakukan pemerkosaan atau kekerasan seksual ke anak kandungnya sendiri. Korban mengalami trauma mendalam akibat tindakan ayahnya tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Wilda Fizriyani, Lilis Sri Handayani, Indira Rezkisari

Kisah anak yang dianiaya orang tuanya sebenarnya bukan cerita baru. Tapi, masyarakat tetap selalu akan terperanjat mendengar kabar tentang seorang ayah yang tega memperkosa anak gadis kandungnya sendiri.

Baca Juga

Seorang mantan anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat dilaporkan atas kasus dugaan pemerkosaan ke anak kandungnya. Akibatnya, sang anak mengalami trauma psikologis.

"Akibat perbuatan ayahnya, anak ini mengalami trauma mendalam. Bayangkan, setiap malam dia menangis karena ingat kelakuan bapaknya," kata kuasa hukum korban, Asmuni, yang ditemui di kantornya, Mataram, Jumat (22/1).

Asmuni mengatakan, korban hingga saat ini masih sulit untuk makan. Bahkan, bertemu dengan siapa pun ia selalu merasa ketakutan.

Menurut dia, korban sulit untuk berinteraksi layaknya anak seumuran yang seharusnya punya pergaulan dengan penuh wawasan. "Sampai sekarang, dia tidak mau makan. Setiap ada yang meneleponnya, dia gemetar. Setiap ada yang cari dia, hampir mau pingsan," ujarnya.

Untuk mengobati trauma tersebut, Asmuni bersama tim dan pihak keluarga korban sudah melakukan koordinasi dengan Dinas Sosial Kota Mataram, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, dan Komunitas Sahabat Anak. "Dinsos sudah memberikan respons terkait kabar klien kami ini. Mereka sudah menghubungi klien kami. Akan ada komunikasi yang terus berlanjut untuk pemulihan psikologisnya. Begitu juga dengan LPA dan juga Komunitas Sahabat Anak," ujarnya.

Korban adalah anak kandung dari istri kedua mantan anggota DPRD Provinsi NTB berinisial AA. Ia masih bersekolah di bangku SMA. Polisi telah menetapkan AA sebagai tersangka pelanggar Undang-Undang Perlindungan Anak.

Korban yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas tersebut melapor ke Polresta Mataram pada Selasa (19/1), tepat sehari setelah mendapat perlakuan tak pantas dari ayah kandungnya yang berusia 65 tahun tersebut. Dalam laporannya, korban turut melampirkan hasil visum luka akibat kekerasan yang dilakukan AA. Dalam catatan medis korban, terdapat luka baru dengan bentuk tidak beraturan di tubuhnya.

Dari tindak lanjut laporan tersebut, ayah kandung korban yang pernah lima periode menjabat sebagai anggota legislatif ini ditetapkan sebagai tersangka. Dalam sangkaannya, AA dikenai Pasal 82 Ayat (2) Perppu Nomor 1 Tahun 2016 juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Sesuai dengan sangkaan pasal tersebut, AA terancam pidana kurungan paling lama 15 tahun penjara dengan denda Rp 5 miliar ditambah sepertiga ancaman hukuman dari pidana pokoknya.

"Kami terapkan ayat 2 karena yang bersangkutan ini adalah ayah kandung korban makanya ada tambahan sepertiga ancaman hukuman dari pidana pokoknya," kata Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astawa.

AA juga telah ditahan. Polresta Mataram melakukan penahanan terhadap AA terhitung sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (20/1). Kepada polisi, korban mengaku perbuatan itu terjadi ketika ibu kandungnya sedang menjalani perawatan medis di rumah sakit karena terjangkit Covid-19.

Kasus kekerasan seksual yang dilakukan ayah ke anaknya juga dilaporkan terjadi pada November tahun lalu. Saat itu, seorang ayah di Kabupaten Cirebon bahkan menyebabkan anak kandungnya hamil.

Saat beraksi, pelaku mengancam akan membunuh korban jika perbuatannya dilaporkan. Pelaku MH (35 tahun) pertama kali melakukan perbuatannya di kamar korban pada Juli 2019. Aksinya itu kemudian diulangi pada Agustus 2020.

"Ancaman semacam itu kerap disampaikan pelaku setelah mencabuli korban," ujar Kapolresta Cirebon, Kombes Pol M Syahduddi, di Mapolresta Cirebon, Senin (16/11).

Lalu, seorang ayah di Kota Malang, Jawa Timur, ditetapkan menjadi tersangka juga karena melakukan kekerasan seksual ke anak kandungnya. Tersangka diduga telah melakukan aksinya sejak 2014.

Kasatreskrim Polresta Malang Kota (Makota), Kompol Azi Pratas Guspitu, mengatakan, pelaku berinisial E telah bercerai dengan istrinya sejak delapan tahun lalu. Perceraian ini menyebabkan anak-anaknya termasuk korban menetap bersama dengan tersangka dalam satu rumah.

"(Kemudian), saat itu, sedang minta pijat kepada anaknya, tiba-tiba hasrat dari bapaknya sendiri muncul," kata Azi, kepada wartawan di Mapolresta Makota, Senin (29/6).

Berdasarkan pengakuan tersangka, aksi pencabulan hanya dilakukan sekali terhadap putri terbesarnya yang kini berusia 19 tahun. Namun, menurut korban, sang ayah setidaknya sudah tiga kali melakukan kekerasan seksual sejak 2014. Bahkan, tersangka acap memberikan uang jajan Rp 50 ribu setiap selesai melakukan aksinya.

Pelaku juga dilaporkan telah mengancam korban agar tidak memberitahu aksinya. Jika dilaporkan kepada orang lain, pelaku akan menyakiti korban. Namun, karena sudah tidak tahan, korban pun menceritakan aksi ayahnya kepada ibu kandungnya yang telah pisah rumah.

Dikutip dari laman Healthline, ada banyak alasan orang tua melakukan kekerasan kepada anaknya sendiri. Alasan tersebut beragam, mulai dari memiliki pengalaman sebagai korban kekerasan atau pengabaian saat masa kecilnya.

Kemudian, merupakan pengguna narkoba. Lalu, memiliki kondisi kesehatan jiwa yang serius, seperti depresi, kecemasan, atau post-traumatic stress disorder (PTSD).

Faktor hubungan buruk antara orang tua dan anak yang dimiliki orang tua turut menyebabkan ayah atau ibu menjadi pelaku kekerasan. Faktor lain, adanya stres dalam atau kekerasan domestik, hubungan buruk dengan pasangan, perpisahan, hingga perceraian turut memicu orang tua melakukan kekerasan. Kemudian, penyebab lain adalah adanya masalah kesehatan jiwa, seperti rasa percaya diri rendah dan perasaan ketidakmampuan atau malu juga bisa memicu orang tua sebagai pelaku kekerasan.

Kekerasan orang tua ke anak juga tidak hanya berupa kekerasan seksual. Ada lima jenis kekerasan yang mungkin dilakukan orang tua, yaitu kekerasan fisik, seksual, emosional, kekerasan medis ke anak, hingga pengabaian.

Kekerasan seksual juga tidak hanya berupa perkosaan. Tapi, melecehkan secara seksual dan melakukan perabaan anak masuk kategori kekerasan seksual.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh KPAI Official (@kpai_official)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement