REPUBLIKA.CO.ID, PALESTINE — Seorang petani Palestina Khitam Dar Mousa (49 tahun) pingsan ketika dia melihat tentara Israel menyerbu ladangnya dan mencabut pohon zaitun dan pohon lainnya, yang telah dipelihara keluarganya selama 15 tahun terakhir.
Tersebar di 35 bukit pasir atau sekitar 8,6 hektar di dekat desa Deir Ballut, tentara penyerang mencabut pohon zaitun dan tumbuhan lainnya pada 6 Januari, merampok mata pencaharian keluarga dan penduduk desa lainnya.
Desa yang terletak di Kegubernuran Salfit Tepi Barat, 64 kilometer atau 40 mil di utara Yerusalem itu dikenal sebagai penghasil sayuran dan buah-buahan, yang dijual di pasar lokal.
Lebih dari 450 wanita bekerja di ladang ini, jumlah itu membuat 95 persen dari mereka menjadi tenaga pertanian yang terlibat dalam produksi dan pemasaran buah dan sayuran.
Pada 6 Januari lalu, tentara Israel menyerbu desa tersebut dan menumbangkan 3.000 pohon zaitun yang membutuhkan waktu 7-8 tahun untuk tumbuh dan berbuah. Ketika suami Khitam, Mohammad, mencoba memblokir buldoser yang merusak ladangnya, dia malah diserang.
“Saat saya pergi ke ambulans bersama suami saya, tentara mengikuti saya. Mereka berkata bahwa mereka akan kembali dan mencabut pohon baru terus menerus. Saya menjawab bahwa saya akan mengolah tanah berulang kali, ”kata Khitam kepada Anadolu Agency dilansir dari aa.com.tr, Jumat (22/1).
Tentara juga menaburkan bahan kimia pada sisa-sisa pohon, agar tidak berakar lagi.
“Saya mencoba menyelamatkan apa yang saya bisa. Tapi mereka [tentara] tidak meninggalkan apapun. Pohon-pohon ini seperti sebuah keluarga. Perasaan saya seperti ketika seseorang melihat putranya sekarat tetapi masih berusaha menyelamatkannya. Saya taruh sisa-sisa pohon di tanah, untuk diselamatkan tapi sudah layu, ”kata Khitam.
Sebagai seorang guru selama lebih dari 25 tahun, Khitam bekerja di pertanian setelah kembali dari sekolah.
“Sekitar 15 tahun lalu, kami memutuskan untuk mengolah tanah dengan berbagai jenis pohon untuk menambah penghasilan. Kami bermimpi untuk mengubah tanah tandus menjadi surga, ”katanya.