REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR RI Syaifullah Tamliha menyambut baik keputusan pemerintah Amerika Serikat yang akan menyidangkan tiga terduga pelaku tindak pidana terorisme bom Bali dan Hotel JW Marriot yang saat ini ditahan di Guantanamo, Kuba.
Ketiga terduga pelaku tersebut adalah Encep Nurjaman atau Hambali, Mohammed Nazir bin Lep, dan Mohammed Farik bin Amin yang diduga terlibat dalam pemboman di Bali pada tahun 2002.
"Keputusan untuk menyidangkan ketiga pelaku tindak pidana terorisme bom Bali yang saat ini ditahan di Pangkalan Militer Amerika Serikat di Guantanamo, Kuba, dari sisi hak asasi manusia patut kita sambut baik," kata Tamliha di Jakarta, Sabtu (23/1).
Politikus PPP itu menegaskan, penahanan tanpa proses pengadilan merupakan pelanggaran terhadap prinsip hak asasi manusia, yaitu setiap manusia berhak untuk mendapatkan keadilan di muka bumi. Menurut Tamliha, langkah menyidangkan terduga pelaku di pengadilan agar masyarakat bisa mengetahui modus terorisme yang mereka lakukan.
Sehingga, ke depan bangsa Indonesia bisa mengantisipasinya. "Masyarakat akan bisa menyaksikan di pengadilan bagaimana modus terorisme yang mereka lakukan. Hal itu agar Indonesia sebagai negara tempat kejahatan terorisme tersebut bisa mengantisipasinya ke depan secara lebih baik dan komprehensif," ujar Tamliha.
Sebelumnya, ketiga terduga pelaku bom Bali tersebut ditangkap di Thailand pada 2003. Selanjutnya, mereka ditahan di tahanan Badan Intelijen AS (CIA), dan tiga tahun kemudian ketiganya dibawa ke Guantanamo.
Diberitakan, Jaksa militer (AS) telah mengajukan tuntutan resmi terhadap ketiga terduga pelaku terkait pengeboman di Bali 2002 dan serangan bom di Jakarta 2003 itu. Tuntutan tersebut baru diajukan setelah ketiganya ditangkap di Thailand tahun 2003 dan ditahan di Guantanamo sejak 2006.